Monolog
versi cowok : "tiiiin... tiiin........ tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinn!!! Anjrit, goblok minggir woy"
versi cewek : "tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. minggir to heh, piye to , bla bla bla bla"
(kemudian melaju dengan kencang tanpa rasa bersalah).
Dengar hal- hal seperti itu buat saya sih WES BIASAAAAAAA...
Sebagai salah satu dari sekian banyak mahasiswa rantau yang menggunakan kekuatan kaki untuk sampai di kampus dan sepeda ontel, seringkali kami diremehkan. Yaa, contohnya kayak yang diatas itu.
Entahlah, Malang sekarang rasanya kurang bersahabat dengan kami, suhunya makin tinggi, PANAS POL. Wes nggak sejuk lagi. Apalagi sifat orangnya kan yaaa mirip- mirip Surabaya lah, KERAS dan ehm KASAR. *Sorry, ini fakta*
kadang, saya jadi mikir. Ibaratnya kami, pejalan kaki dan pesepeda adalah orang kecil, sedangkan yang punya motor atau mobil adalah orang besar. Iya, orang kecil banyak ditindasnya.
Di Malang ini, khususnya daerah kosan saya, Sumbersari- Amabarawa- dst- adalah daerah dengan gang- gang padat penduduk dan super sempit. Saking banyaknya manusia yang menghirup napas di daerah ini, jadinya penuh, rebutan pengen jadi yang nomor satu, akhirnya menghalalkan segala cara buat itu.
Saya paling malas kalau ada kuliah pagi, jam 7. Kondisi jalanan menuju kampus ngalahkan macetnya Jakarta *lebay* ya pokoknya penuh, dan panas. Isuk- isuk panas. Sudah jalan kaki, di caci maki, disuruh minggir, disuruh cepet- cepet.. Untungnya saya orangnya 'lempeng' jadi kalau di 'pisuhi' cuma diam tanpa ekspresi dan pergi.
Solusinya biar gak kena macet adalah - berangkat pas jam 7 dari kosan- *nelat*
Saya buta akan hukum. Tapi, yang saya tahu, kalau ada kecelakaan lalu lintas, motor/ mobil yang sese nya besar meskipun dia tidak bersalah dia akan tetap salah. Nah, apalagi pejalan kaki atau pesepeda, se ngawur apapun kalau ada kecelakaan gak bakalan salah kan. Tapi, kami para pejalan kaki tau aturan dan attitude kok. Saya jalan di pinggir (hampir nyemplung got), sudah tertib, sudah cantik, sudah unyu, sudah imut. Masih saja di salahkan. Ah sudahlah..
Satpam dan Jukir pun demikian, kalau kami sedang berpapasan dengan mobil yang hendak masuk ke kampus, selalu mereka yang di dahulukan..
Kami, merasa termarjinalkan..
Solusinya ? Kasih kami tempat untuk bebas tanpa diganggu oleh orang- orang besar (pengendara motor dan mobil) itu. Beri marka, beri trotoar, beri garis yang khusus untuk orang- orang kecil seperti kami. Plis
versi cowok : "tiiiin... tiiin........ tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinn!!! Anjrit, goblok minggir woy"
versi cewek : "tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnn.. minggir to heh, piye to , bla bla bla bla"
(kemudian melaju dengan kencang tanpa rasa bersalah).
Dengar hal- hal seperti itu buat saya sih WES BIASAAAAAAA...
Sebagai salah satu dari sekian banyak mahasiswa rantau yang menggunakan kekuatan kaki untuk sampai di kampus dan sepeda ontel, seringkali kami diremehkan. Yaa, contohnya kayak yang diatas itu.
Entahlah, Malang sekarang rasanya kurang bersahabat dengan kami, suhunya makin tinggi, PANAS POL. Wes nggak sejuk lagi. Apalagi sifat orangnya kan yaaa mirip- mirip Surabaya lah, KERAS dan ehm KASAR. *Sorry, ini fakta*
kadang, saya jadi mikir. Ibaratnya kami, pejalan kaki dan pesepeda adalah orang kecil, sedangkan yang punya motor atau mobil adalah orang besar. Iya, orang kecil banyak ditindasnya.
Di Malang ini, khususnya daerah kosan saya, Sumbersari- Amabarawa- dst- adalah daerah dengan gang- gang padat penduduk dan super sempit. Saking banyaknya manusia yang menghirup napas di daerah ini, jadinya penuh, rebutan pengen jadi yang nomor satu, akhirnya menghalalkan segala cara buat itu.
Saya paling malas kalau ada kuliah pagi, jam 7. Kondisi jalanan menuju kampus ngalahkan macetnya Jakarta *lebay* ya pokoknya penuh, dan panas. Isuk- isuk panas. Sudah jalan kaki, di caci maki, disuruh minggir, disuruh cepet- cepet.. Untungnya saya orangnya 'lempeng' jadi kalau di 'pisuhi' cuma diam tanpa ekspresi dan pergi.
Solusinya biar gak kena macet adalah - berangkat pas jam 7 dari kosan- *nelat*
Saya buta akan hukum. Tapi, yang saya tahu, kalau ada kecelakaan lalu lintas, motor/ mobil yang sese nya besar meskipun dia tidak bersalah dia akan tetap salah. Nah, apalagi pejalan kaki atau pesepeda, se ngawur apapun kalau ada kecelakaan gak bakalan salah kan. Tapi, kami para pejalan kaki tau aturan dan attitude kok. Saya jalan di pinggir (hampir nyemplung got), sudah tertib, s
Satpam dan Jukir pun demikian, kalau kami sedang berpapasan dengan mobil yang hendak masuk ke kampus, selalu mereka yang di dahulukan..
Kami, merasa termarjinalkan..
Solusinya ? Kasih kami tempat untuk bebas tanpa diganggu oleh orang- orang besar (pengendara motor dan mobil) itu. Beri marka, beri trotoar, beri garis yang khusus untuk orang- orang kecil seperti kami. Plis