Satu minggu setelah kelahiran bayi Deeva (29/06), kami diharuskan untuk check up kembali ke dokter spesialis anak (DSA) RS. HVA dengan dr. Hudi Wiyassari, SpA M.Biomed. Hal pertama yang ditanyakan oleh dr. Sari saat kami masuk ruangan adalah mengenai ASI. Apakah ASInya keluar, dan apakah keluarnya lancar?.
Saat itu saya izin sebentar untuk keluar area RS guna membeli sufor sebagai support susu Deeva. Saya khawatir produksi ASI saya tidak mencukupi kebutuhan anak selama di NICU. Waktu kembali ke ruangan, ternyata Deeva sudah dikeluarkan dari box karena nangis kejer. Sehingga diberi toleransi untuk dikeluarkan sebentar sampai anaknya siap melakukan fototerapi.
Selama perawatan tetap saya beri susu tiap 2 jam sekali, jadi tugas saya saat itu adalah menjadi ibu perah. Sesekali jika stok asi perah tidak mencukupi saya beri support susu sambung. Deeva beberapa kali juga menangis karena risih dengan penutup mata yang digunakan.
Alhamdulillah setelah 24 jam berlalu, sesi fototerapi Deeva sudah selesai dan dilakukan cek lab ulang guna mengetahui kadar bilirubinnya. Syukur alhamdulillah sudah turun menjadi 6,22 dan disarankan untuk pulang. Sehingga saat di rumah harus boost asi dan juga berjemur yang cukup.
Memang saat itu saya sebagai ibu kurang keras kepala dan kurang berjuang memberi ASI. Tapi setelah Deeva masuk NICU saya mulai banyak belajar dengan mengikuti kelas menyusui di Produmom.id - Kelas Pejuang Asi bersama Mom Yulisa. Alhamdulillah seiring berjalannya waktu dan tepat di 1 bulan Deeva sudah bisa full ASI.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan seperti biasanya, ukur berat, panjang badan dan juga lingkar kepala. Selain itu dr. Sari juga melakukan pengecekkan pada kulit, mata, mulut, telinga dan juga kondisi popok anak. Kok ya pas banget saat mau masuk ke ruangan, Deeva sedang buang air besar, jadi sekalian dicek kondisi fesesnya.
Dari pemeriksaan itu, dalam seminggu ini Deeva berat badannya hanya naik 3 gram dari berat lahirnya yang 3,400 gram. Iya, hanya 3 gram saja dari yang seharusnya 2-3 ons. Jujur saya kaget dan sedih, merasa kalau bayi sudah sering minum asi tapi ternyata penyerapannya belum maksimal. Kemudian juga ada indikasi jaundice atau penyakit kuning.
Jaundice adalah warna kekuningan pada kulit dan lapisan mukosa (contoh: bagian putih mata) dan merupakan kondisi yang sering dialami bayi baru lahir. Warna kuning ini terjadi akibat penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin. Bilirubin itu sendiri merupakan produk ”sampah” dari sel darah merah (eritrosit).
Sehingga kami diresepkan obat untuk mengurangi kuning berbentuk puyer yang diminum 3 kali sehari dan juga suplemen kesehatan sebagai vitamin penambah zat besi, vitamin ini bentuknya cair dengan oral drop 1 kali sehari sebanyak 0,1ml dan diminta untuk kembali satu minggu kemudian.
Sembari disounding ke saya untuk terus semangat memberi ASI ke anak. Saat itu memang direkomendasikan untuk memberi ASI tiap 2 jam dan sudah saya lakukan. Sebagai ibu baru, memberi ASI dengan direct breastfeeding (DBF) tentu tidak mudah.
[Setelah diambil darah] |
Saya mengalami nipple lecet bahkan berdarah karena memang belum tahu ilmu mengenai posisi juga pelekatan. Kegiatan memberi ASI sangat tidak menyenangkan, bahkan saya selalu menangis saat anak sudah jamnya minum susu.
Durasi berjemur anak juga belum maksimal sehingga saat check up kedua, menurut dr. Sari bayi Deeva masih saja kuning. Akhirnya kami direkomendasikan melakukan cek lab untuk mengetahui kadar bilirubin total dan direct anak.
Prosesnya seperti cek lab pada umumnya, yaitu dengan mengambil darah dari lengan. Alhamdulillah Deeva tidak begitu rewel saat proses ambil darah, hanya menangis sebentar mungkin karena terkejut. Malahan saya yang menangisnya lama karena gak tega lihat anak harus dicoblos jarum seperti itu.
Hasil lab menunjukkan kalau bilirubin total Deeva ada di angka 7.8mg/dL dari yang seharusnya kurang dari 6mg/dL dan ini termasuk dalam kategori tinggi. Karena hasil lab ini kami direkomendasikan untuk fototerapi di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU).
Setiap rumah sakit memiliki nilai toleransi yang berbeda ya, jadi ada yang bilirubin total nilainya di bawah 10 tidak dilakukan fototerapi. Tanpa banyak pertimbangan, kami setuju untuk mengikuti arahan dr. Sari bayi Deeva harus opname.
Awalnya memang sedih, tapi setelah tahu resikonya jika dibiarkan berlarut-larut, kami jadi bersyukur Deeva mendapat penanganan yang cepat. Sebetulnya penyakit kuning ini biasa terjadi pada bayi baru lahir. Kuncinya untuk menurunkan kadar bilirubin adalah dengan pemberian ASI dan durasi jemur yang cukup.
Nah, kalau penyakit kuning ini dibiarkan (tanpa ada penanganan seperti kurang minum ASI dan durasi jemur yang tidak cukup) maka nilai bilirubin akan naik semakin tinggi dan dapat memicu kernikterus atau kerusakan permanen pada otak, kehilangan pendengaran juga terhambatnya pertumbuhan. Sekali lagi saya bilang, kami beruntung karena lebih cepat ditangani maka lebih baik.
Setelah semua administrasi selesai termasuk mengambil keperluan untuk fototerapi di apotek (puyer untuk kuning, oral drop dan kacamata fototerapi), kami menuju ruang NICU untuk memulai perawatan Deeva. Setelah anak nenen dan tertidur, semua baju dilepas dan hanya disisakan popoknya saja juga dipakaikan kacamata fototerapi.
Selanjutnya langsung dimasukkan ke sebuah boks bayi dengan sinar ultra violet berwarna biru. Fototerapi ini merupakan jalan pintas untuk mempercepat menurunkan kadar bilirubin pada bayi. Fototerapi dimulai hari Kamis pukul 13.30WIB dan dijadwalkan selesai pada Jum'at pukul 13.30 - 24 jam penuh akan disinar tanpa henti.
[anak lanang minta peluk dulu sebelum perawatan] |
Cerita dari ibu, begitu menangis langsung dicek suhu dan nadinya, Alhamdulillah semuanya normal. Ibu saya panik karena memang sebelumnya Deeva tidak pernah menangis sampai mereog. Jadi kemungkinan anak masih ingin menyusu.
Setelah Deeva selesai nenen dan saya sendawakan, Deeva sudah siap dan dikembalikan ke box. Saya merasa anak ini ingin dipeluk dulu sebelum menjalani perawatan.
Ohya, di NICU ini ibu bayi dapat menunggu selama 24 jam penuh. Sehingga sewaktu-waktu anak butuh menyusu saya siap sedia. Namun selama perawatan fototerapi anak tidak boleh dikeluarkan dari box sama sekali (selama 24 jam), jika dalam masa perawatan ada dikeluarkan dari box maka harus direset ulang waktunya.
Simpelnya, jika masuk jam 14.00 maka akan selesai di jam 14.00 keesokan harinya. Jika jam 16.00 anak dikelaurkan dari box dan jam 17.00 dimasukkan box lagi, maka harus diulangi dari awal dan dijadwalkan selesai di jam 17.00 esok harinya. Jadi selama perawatan Deeva menggunakan media dot untuk menyusu.
[Power Pumping selama 1 jam diantara jam 00-06] |
Doa saya saat itu semoga semua ini lekas berlalu, karena jujur meskipun saya dapat menunggu Deeva rasanya tetap sedih sekali karena tidak bisa memeluk anak selama 24 jam.
Ternyata Deeva malah enjoy saja di dalam box fototerapi. Serasa bersantai di pantai. Ohya, setiap 1 jam sekali perawat juga melakukan pengecekkan ke Deeva.
[Santai seperti di pantai] |
Ohya, yang saya rasakan saat Deeva mendapat indikasi kuning adalah anaknya seperti lemas dan malas untuk bangun. Memang anak baru lahir lebih banyak jam tidurnya, namun tetap harus dibangunkan untuk menyusu tiap 2 jam sekali. Nah, proses membangunkan ini yang rasanya sulit sekali. Kemudian berat badan juga naiknya seret.
Di minggu ketiga setelah kelahiran Deeva, kami kembali melakukan check up dan Alhamdulillah sudah tidak kuning lagi. Selain itu berat badan Deeva naik sekitar 3ons dan masih belum cukup signifikan kenaikknya. Syukur Alhamdulillah kemarin saat BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional), sudah melejit dan akan terus naik sesuai dengan grafiknya pada KMS (Kartu Menuju Sehat).
[Menangis tapi ditutup matanya, saat dibuka jadi begitu haha] |
Sekali lagi, saya sangat bersyukur. Meskipun berat jalan yang harus dilalui karena harus opname di rumah sakit, Insya Allah ke depannya anak akan selalu sehat dan ceria.