Perjalanan Pulang, Membayar Rindu

Juli 16, 2016

"Lebaran pulang kan, nduk?".

Pertanyaan ibuk menggetarkan hatiku. Lidah rasanya kelu, tidak tau mau jawab apa. 

"Sepertinya, enggak buk. Gak ada cuti bersama di kantor", selanjutnya kudengar suara diseberang sana mengehela napas panjang. 

" yaudah gak apa-apa, masih baru kerja minta cuti juga gak enak sama bosnya". 

Cepat-cepat kualihkan arah pembicaraan, mulai bertanya tentang kabar kucing- kucing di rumah supaya hati ini tidak larut dalam kesedihan karena rencana lebaran untuk pertama kalinya tidak di rumah.

Sejak hari itu, saya mulai sering menangis, rasanya kangen rumah. Tiap telepon ibuk bapak, suara mendadak parau, saya jadi gembeng, cengeng, emosian, dan rapuh.

Tapi Gusti Allah menjawab semua keresahan hati saya. Kak Rini, teman kantor saya dari Medan mengabarkan kalau kantor mulai libur tanggal 6-9 Juli dan Senin tanggal 11 Juli sudah masu kerja. Artinya cuma 4 hari libur, bahkan tanggal 4 dan 5 yang seharusnya cuti bersamapun kami masih masuk kerja. Disitulah otak ini bekerja, saya mulai memberanikan diri untuk minta cuti lebih awal dan masuk sedikit lambat.

Berpikir berhari-hari, menyusun kata dengan baik, dan memberanikan diri untuk izin bos. Alhamdulillah tak saya sangka, bos langsung mengiyakan permintaan saya. Wow! Anak baru belum ada sebulan kerja sudah dikasih tambahan cuti, lima hari. 
Buru-buru saya mengabarkan ke orang rumah kalau saya akan pulang. Lalu cepat-cepat cek tiket. Sudah ditentukan H-1 saya pulang, tapi H-2 saya masih harus masuk kantor.

Sedih bercampur bahagia. Sedih karena Senin masih ngantor dan bahagia karena akan berjumpa dengan orang rumah. Tapi saya gak sempat belanja oleh-oleh, satu hari sebelum pulang saya keluar kantor jam setengah 6, sebelum pulang saya harus menyiapkan berkas dan akta yang akan ditanda tangani klien esok hari.

Rejeki nggak kemana, ternyata bulek sudah belanja-belanja. Koper isinya bukan baju, tapi oleh- oleh.

Selasa pagi setelah sahur, saya sengaja gak tidur. Gak sabar rasanya mandi dengan air yang segar, yang tak mengandung lumpur dan kaporit. Maka, untuk menutupi rasa excited itu saya ajak adik sepupu, Chika jalan-jalan keliling komplek. Lalu tidur sebentar dan pukul 7 bersiap ke Bandara, meskipun jadwal penerbangan saya pukul 08.45 tapi untuk antisipasi ketinggalan pesawat maka datang lebih pagi adalah solusi. Yaaa meskipun menunggu cukup lama tapi itu lebih baik daripada ketinggalan penerbangan. Sakitnya di dompet. Haha

Bandara ramai banget! Bahkan beberapa kali saya ditawari olek porter untuk membawa barang bawaan, padahal saat itu saya cuma bawa tas selempang dan kardus kecil isi kue untuk naik pesawat. 
Ohya,hampir di semua bandara, salah satunya Hang Nadim akan banyak sekali tawaran untuk packing koper dan bayar asuransi dan btw mereka akan sedikit memaksa, jadi kalau kamu memang gak mau langsung tolak saja jangan setengah-setengah antara iya dan tidak.

Perjalanan pulang saya ke Kediri kali ini harus transit terlebih dahulu di Jakarta selama 1,5 jam. Tapi karena pesawat dari Hang Nadim sedikit terlambat jadilah di Soeta gak sampai 30 menit sudah harus terbang lagi. Numpang pipis doang istilahnya.

Saat itupun saya belum dapat travel untuk perjalanan pulang Kediri, tapi ngakunya udah dapat ke orang rumah dan bulek di Batam. Haha. Take a risk banget lah.

Tapi untungnya saa sampai d Juanda dan keluar bandara sudah ada orang RWA, travel yang pernah saya ceritakan di post sebelumnya. Namun kali ini pelayananya sudah jauh lebih baik karena pembayaran dilakukan di awal perjalanan. Gak enaknya, saat itu puasa dan kami diberhentikan di rumah makan, lumayan lama kurang lebih satu jam. Jadilah perjalanan Surabaya-Kediri ditempuh 4 jam, padahal jalanan gak macet.

Adzan maghrib tiba dan saya masih belum sampai rumah. Lantunan takbir terdengar syahdu apalagi saat itu saya masih dalam perjalanan dan sukses bikin saya nangis, gak nyangka aja kalau saya udah ada di Jawa lagi. Padahal tadi pagi kan masih sahur ikut jadwal Batam dan sekarang sudah buka puasa ikut jadwal Kediri.

Sampai rumah, salim ibuk bapak, naruh barang di kamar buka puasa dan siap-siap mandi tapi gak jadi karena kedinginan. Kepet sampai pagi.


Sayap yang membawaku kembali.
Rindu sudah dibayar dengan lunas. Tapi masih ada yang tertinggal ketika harus kembali ke tanah rantau.

You Might Also Like

8 comments

  1. Silpiii aku juga pernah ngerasain jadi anak baru di kantor, ngga bisa mudik, bahkan hari H lebaran masih harus kerja, siaran. Tapi masih untung ya akhirnya kamu dikasih ijin buat mudik :)

    BalasHapus
  2. mohon maaf lahir batin ya sil :)
    silvi keluar kota ternyata karena pekerjaan toh
    selamat menikmati dunia baru ya :)

    BalasHapus
  3. Semangaaaat.. Saat merantau memang tidak selalu indah, tapi setelah jauh dari rumah, pulang ke rumah seperti surga rasanya :).. Enjoy what you can enjoy, vi :)

    BalasHapus
  4. Beruntung bisa pulang kampung ya, mba. Walau harus nembus jalan lebih lama, hehe

    BalasHapus
  5. Cie cie..
    Yang ngerasain mudik dan pulang kampung..

    Saya malah ga pernah pulang pas lebaran sejak 2006 di Batam. Tapi tiap tahun pulang sih..
    Lebih enjoy mudik waktu di luar lebaran..

    BalasHapus
  6. Kalau saya, ini pertama kalinya gak mudik, bejo samean mbak bisa mudik.

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah....kebayanglah gimana rasanya mudik,meskipun cuma beberapa hari. Aku sempat kaget pas lihat foto kamu di Jawa, waaaa Silvi mudiiikk^^

    BalasHapus
  8. romantisme perantau, selalu kangen pulang kalau di rantau, dan selalu berat untuk pergi lagi

    BalasHapus

Keep Blogwalking!

BLOGGER PEREMPUAN

Blogger Perempuan

KUMPULAN EMAK BLOGGER

BLOGGERHUB