"Asem kena tilang", isi sms yang dikirimkan oleh si thole kepada saya.
Iya si thole ini adalah adik laki-laki saya, Kamis yang lalu dia kena tilang saat akan mengurus pembuatan E- KTP di Kecamatan. Awalnya memang saya yang diminta untuk mengantar, tapi karena si thole tak sabar menunggu kakaknya bersiap, jadilah dia berangkat sendiri. Fyi, adik belum punya SIM. Ya memang salahnya dia sih karena melanggar peraturan.
Jadi begitu kena tilang petugas tidak memberi pilihan untuk sidang manual atau E-Tilang, beliau langsung memberi slip biru dan bilang "bayar di BRI". Adik saya yang kebingungan mencoba bertanya kepada polisi tapi inti dari jawabannya kurang mengenakkan. Katanya gak perlu lah dia jelaskan si adik gak akan ngerti juga.
Begitu dapat informasi mengenai E-Tilang saya coba buat googling, ternyata memang harus bayar denda maksimal ke bank― dalam hal ini Polres bermitra dengan BRI. Jumlah biaya maksimalnya satu juta rupiah. Nah masalahnya distribusi informasi serta sosialisasi E-Tilang ini belum sepenuhnya sampai di masyarakat. Buktinya saat saya lempar pertanyaan di grup-grup WA yang saya ikuti di area Kediri, masih banyak yang belum tahu soal E-Tilang. Bahkan ada yang bilang "E-Tilang kayaknya belum diberlakukan deh di Kediri".
Setelah adik pulang dari Kecamatan, kami bergegas menuju Polsek Gurah, tempat di mana adik kena tilang. Maksudnya mau tanya mekanisme E-Tilang ini seperti apa, ya karena memang untuk denda maksimal yang dibebankan itu lumayan besar jumlahnya, kan. Sayangnya sih petugas yang ada di Polsek kurang paham dengan alur E-Tilang ini. Saya sempat agak emosi juga waktu menanggapi cara komunikasi petugas yang ada di sana.
Memang E-Tilang ini rasanya masih agak ribet pengurusannya, awalnya. Karena setelah dapat surat tilang, STNK kita ditahan sebagai barang bukti, kemudian kita harus membayar denda maksimal ke BRI nominalnya itu tadi satu juta rupiah, setelah itu datang ke polres untuk mengambil barang bukti yang di sita. Nah pada tanggal yang ditentukan, terdakwa harus datang ke Pengadilan Negeri untuk menerima surat putusan mengenai denda yang harus dibayar. Selesai di pengadilan, akan mendapat surat keterangan. Surat inilah nanti yang dibawa ke BRI untuk mengambil uang sisa.
Simpelnya, kita bayar denda maksimal Rp. 1.000.000, lalu ternyata putusan pengadilan menyatakan denda yang dibayar adalah Rp. 50.000. Setelah mendapat surat PN maka kita balik ke BRI untuk ambil uang sisa sebanyak Rp. 950.000. Disitu saya sampaikan, dengan sistem yang kayak gitu kan jadinya kita harus balik-balik ke bank dan kurang efisien.
Dan jawaban sesebapak itu adalaaaaah "Ya kalau mbak tanya saya kita sama, sama- sama nggak tahu".
"Baru ini loh pak ada aplikasi yang bikin rumit".
Setelah beberapa saat tidak ada pembahasan, saya minta penegasan kalau setelah bayar denda STNK bisa langsung diambil di polres yang lokasinya ada di Pare. Saya dan adik bergegas menuju BRI Gurah untuk melakukan pembayaran. Sayangnya sistem E-Tilang eror, kami juga sempat datang ke 2 Kantor Cabang BRI lainnya namun tetap eror. Baiklah kalau begitu.
Sorenya kami juga sempat datang ke Polres Pare untuk minta penjelasan mengenai sistem E-Tilang. Kami masuk ke bagian Sat Lantas menemui petugas bernama pak Dedy, di sini penjelasan cukup jelas dan mencerahkan. Jadilah pikiran mulai adem ayem.
Esoknya, Jum'at kami kembali mencoba pergi ke BRI yang ada di Pare. Dua BRI tapi jawabannya sama, masih eror. Akhirnya long weekend kemarin, saya gak pergi keluar kota karena motor gak ada STNKnya.
Sampai akhirnya hari ini, sistem E-Tilang sudah bisa. Saya bayar di BRI dan STNK sudah bisa diambil di Polres. Ohya sebelum ke Polres saya juga sempat foto copy terlebih dulu berkasnya, karena untuk pengambilan STNK berkas asli berupa slip biru dan slip pembayaran yang diserahkan. Jadi kita cuma punya foto copy-annya saja untuk pengurusan ke Pengadilan Negeri dan pengambilan uang sisa.
Jum'at, 28 April
Akhirnya hari ini saya pergi ke Pengadilan Negeri untuk mengurus surat dakwaan tilang. Jangan dikira saya tahu semua sudut dan jalan Kediri, salah besar. Bahkan jika tidak ada Maps mungkin saya bakalan kesasar.
Begitu sampai di PN dan pas sekali hari ini hari Jum'at. Para pegawai sedang melakukan akitivitas senam dan olahraga. Saat masuk gerbang kami diberhentikan oleh petugas. Ditanya-tanya sedikit mengenai maksud dan tujuan datang ke Pengadilan.
Ketika beliau tau kami akan mengurus tilang, kami diarahkan untuk menuju ke Kejaksaan Negeri. Untung saja lokasinya tidak jauh dari PN. Sesampainya kami di Kejaksaan, suasananya masih sepi. Pukul 08.11 belum ada tanda-tanda loket tilang dihuni oleh petugas. Namun sudah ada 5 orang yang juga mengurus tilang.
Singkat cerita ketika kami menunggu waktu buka loket, ada seorang bapak yang mengeluh mengenai peraturan etilang dengan jaminan uang di atas satu juta rupiah. Kemudian peserta tilang lain (suami istri) menimpali omongan si bapak.
"Ini sistemnya kok menyusahkan sekali. Harus bayar satu juta lima ratus di BRI. Dikira kita petani selalu ada uang", ujar si bapak.
Kemudian si suami istri tadi itu, kebetulan juga mereka berdua memakai baju olahraga dinas berwarna kuning. Saya kurang tahu sih itu dinas apa. Sang suami menjawab dengan jumawa tapi tidak tepat waktunya.
"Kan tinggal bayar aja pak transfer ke bank satu juta limaratus, itu nanti kan dikembalikan juga uangnya. Gak susah-susah",
Kurang etis ya sebetulnya. Gara-gara jawaban seperti itu si bapak jadi marah-marah.
Tak lama setelah itu loket tilang buka, saya dapat antrean nomor 3. Setelah mendapat surat dakwaan, biaya yang harus dibayar adalah
Rp. 50.000. Jadi saya masih punya uang sisa di bank Rp. 950.000. Nah untuk mencairkan dana sisa ini, cukup pergi ke BRI (bisa BRI manapun) dengan membawa foto copy berkas- slip pembayaran, surat tilang, dan identitas yang valid. Bisa KTP, SIM, atau kartu pelajar.
AKHIRNYA, SETELAH BOLAK BALIK KESANA KEMARI, SEMUA DRAMA INI SELESAI.
Tapi yang bikin KZL lagi, ternyata bisa juga kalau gak bayar secara online. Jadi cukup bayar di kejaksaan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Semoga kedepannya, jika memang E-Tilang di Kediri mau benar-benar diberlakukan. Pihak sat lantas amat sangat perlu untuk melakukan sosialisasi, supaya masyarakat tidak gagap dengan sistem baru. Selain itu juga untuk biaya yang harus dibayarkan, mungkin bisa dicantumkan jumlah biaya yang harus dibayar. Sehingga tidak perlu membayar biaya maksimal yang mungkin saja bisa bikin orang jantungan.
Iya si thole ini adalah adik laki-laki saya, Kamis yang lalu dia kena tilang saat akan mengurus pembuatan E- KTP di Kecamatan. Awalnya memang saya yang diminta untuk mengantar, tapi karena si thole tak sabar menunggu kakaknya bersiap, jadilah dia berangkat sendiri. Fyi, adik belum punya SIM. Ya memang salahnya dia sih karena melanggar peraturan.
Jadi begitu kena tilang petugas tidak memberi pilihan untuk sidang manual atau E-Tilang, beliau langsung memberi slip biru dan bilang "bayar di BRI". Adik saya yang kebingungan mencoba bertanya kepada polisi tapi inti dari jawabannya kurang mengenakkan. Katanya gak perlu lah dia jelaskan si adik gak akan ngerti juga.
![]() |
[Slip biru tilang] |
M A K D O E N G!!!
Setelah adik pulang dari Kecamatan, kami bergegas menuju Polsek Gurah, tempat di mana adik kena tilang. Maksudnya mau tanya mekanisme E-Tilang ini seperti apa, ya karena memang untuk denda maksimal yang dibebankan itu lumayan besar jumlahnya, kan. Sayangnya sih petugas yang ada di Polsek kurang paham dengan alur E-Tilang ini. Saya sempat agak emosi juga waktu menanggapi cara komunikasi petugas yang ada di sana.
![]() |
[Alur Pengurusan E-Tilang. Foto saya ambil dari Satlantas Polres Pare] |
Simpelnya, kita bayar denda maksimal Rp. 1.000.000, lalu ternyata putusan pengadilan menyatakan denda yang dibayar adalah Rp. 50.000. Setelah mendapat surat PN maka kita balik ke BRI untuk ambil uang sisa sebanyak Rp. 950.000. Disitu saya sampaikan, dengan sistem yang kayak gitu kan jadinya kita harus balik-balik ke bank dan kurang efisien.
Dan jawaban sesebapak itu adalaaaaah "Ya kalau mbak tanya saya kita sama, sama- sama nggak tahu".
"Baru ini loh pak ada aplikasi yang bikin rumit".
Setelah beberapa saat tidak ada pembahasan, saya minta penegasan kalau setelah bayar denda STNK bisa langsung diambil di polres yang lokasinya ada di Pare. Saya dan adik bergegas menuju BRI Gurah untuk melakukan pembayaran. Sayangnya sistem E-Tilang eror, kami juga sempat datang ke 2 Kantor Cabang BRI lainnya namun tetap eror. Baiklah kalau begitu.
Sorenya kami juga sempat datang ke Polres Pare untuk minta penjelasan mengenai sistem E-Tilang. Kami masuk ke bagian Sat Lantas menemui petugas bernama pak Dedy, di sini penjelasan cukup jelas dan mencerahkan. Jadilah pikiran mulai adem ayem.
Esoknya, Jum'at kami kembali mencoba pergi ke BRI yang ada di Pare. Dua BRI tapi jawabannya sama, masih eror. Akhirnya long weekend kemarin, saya gak pergi keluar kota karena motor gak ada STNKnya.
Sampai akhirnya hari ini, sistem E-Tilang sudah bisa. Saya bayar di BRI dan STNK sudah bisa diambil di Polres. Ohya sebelum ke Polres saya juga sempat foto copy terlebih dulu berkasnya, karena untuk pengambilan STNK berkas asli berupa slip biru dan slip pembayaran yang diserahkan. Jadi kita cuma punya foto copy-annya saja untuk pengurusan ke Pengadilan Negeri dan pengambilan uang sisa.
Jum'at, 28 April
Akhirnya hari ini saya pergi ke Pengadilan Negeri untuk mengurus surat dakwaan tilang. Jangan dikira saya tahu semua sudut dan jalan Kediri, salah besar. Bahkan jika tidak ada Maps mungkin saya bakalan kesasar.
Begitu sampai di PN dan pas sekali hari ini hari Jum'at. Para pegawai sedang melakukan akitivitas senam dan olahraga. Saat masuk gerbang kami diberhentikan oleh petugas. Ditanya-tanya sedikit mengenai maksud dan tujuan datang ke Pengadilan.
Ketika beliau tau kami akan mengurus tilang, kami diarahkan untuk menuju ke Kejaksaan Negeri. Untung saja lokasinya tidak jauh dari PN. Sesampainya kami di Kejaksaan, suasananya masih sepi. Pukul 08.11 belum ada tanda-tanda loket tilang dihuni oleh petugas. Namun sudah ada 5 orang yang juga mengurus tilang.
Singkat cerita ketika kami menunggu waktu buka loket, ada seorang bapak yang mengeluh mengenai peraturan etilang dengan jaminan uang di atas satu juta rupiah. Kemudian peserta tilang lain (suami istri) menimpali omongan si bapak.
"Ini sistemnya kok menyusahkan sekali. Harus bayar satu juta lima ratus di BRI. Dikira kita petani selalu ada uang", ujar si bapak.
Kemudian si suami istri tadi itu, kebetulan juga mereka berdua memakai baju olahraga dinas berwarna kuning. Saya kurang tahu sih itu dinas apa. Sang suami menjawab dengan jumawa tapi tidak tepat waktunya.
"Kan tinggal bayar aja pak transfer ke bank satu juta limaratus, itu nanti kan dikembalikan juga uangnya. Gak susah-susah",
Kurang etis ya sebetulnya. Gara-gara jawaban seperti itu si bapak jadi marah-marah.
Tak lama setelah itu loket tilang buka, saya dapat antrean nomor 3. Setelah mendapat surat dakwaan, biaya yang harus dibayar adalah
Rp. 50.000. Jadi saya masih punya uang sisa di bank Rp. 950.000. Nah untuk mencairkan dana sisa ini, cukup pergi ke BRI (bisa BRI manapun) dengan membawa foto copy berkas- slip pembayaran, surat tilang, dan identitas yang valid. Bisa KTP, SIM, atau kartu pelajar.
AKHIRNYA, SETELAH BOLAK BALIK KESANA KEMARI, SEMUA DRAMA INI SELESAI.
Tapi yang bikin KZL lagi, ternyata bisa juga kalau gak bayar secara online. Jadi cukup bayar di kejaksaan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Semoga kedepannya, jika memang E-Tilang di Kediri mau benar-benar diberlakukan. Pihak sat lantas amat sangat perlu untuk melakukan sosialisasi, supaya masyarakat tidak gagap dengan sistem baru. Selain itu juga untuk biaya yang harus dibayarkan, mungkin bisa dicantumkan jumlah biaya yang harus dibayar. Sehingga tidak perlu membayar biaya maksimal yang mungkin saja bisa bikin orang jantungan.