Jarak.. Jarak.. Jarak.. Kenapa harus terjadi jarak ? Ada apa dengan jarak ? kenapa sekarang kata itu menjadi tombak pembunuh hubungan kita ? Hubungan persahabatan yang hampir genap 3 tahun.
Kamu tau ? aku sedih sekali saat kamu bilang "jangan hubungi aku lagi".
Sedangkan aku sama sekali tidak tahu menahu tentang hal yang kamu maksud. Tiba- tiba berkata seperti itu. Setelah berbincang sebentar dengan seorang teman, oh, karena wanita lagi. Bukan aku ingin memilikimu dan tidak membiarkanmu bahagia, aku sehabatmu yang lebih mengenalmu lebih dulu dibanding dengan wanita itu. Kenapa harus karena wanita yang sekarang jadi pacarmu yang menjadi pemisah kita? Apa wanitamu takut jika waktumu habis denganku ? Aku tau diri, aku tak mungkin melakukan itu. Lagi pula, aku yakin kamu pasti lebih respect pada wanitamu daripada aku, dan itu pasti. Aku cuma sahabatmu yang kau datangi jika kau memiliki masalah, dan pergi lagi setelah kamu menemukan kebahagianmu, bukankah selalu begitu ?
Bodohnya aku adalah, aku sudah sangat sayang padamu, sama halnya dengan sahabtku yang lainnya. Namun, kenapa kamu membuatku selara ini, teman ? Aku diam, bukan karena aku takut, aku hanya tak ingin memperpanjang masalah ini. Kau tenggelamkan semua cerita pertemanan kita hanya karena wanita.
dan sekarang, mugkin aku akan kehilangan masa indah bersama sahabat yang baik, menyimpan pertemanan dalam kotak putih yang sekarang hilang entah kemana. Bahagia selalu untuk sahabatku yang berada dalam jarak dan waktu yang tak terdefinisikan.
*ps : an empty street, an empty house, a hole inside my heart ..
Semalam, mungkin aku telah membuat hatinya sakit dan kecewa, aku sudah tidur dan dibangunkan, dan aku berlaku kasar tanpa sadar, padahal beliau menyuruhku makan. Beliau tau aku belum makan sedari pagi. Piring yang dibawanya ke kamar aku taruh begitu saja di meja belajar, di depan beliau. Lalu aku tidur kembali.
Entahlah, aku sadar atau tidak saat itu. Tapi yang jelas, aku masih ingat kejadiannya, hanya kurang sadar dalam melakukannya. Belum sempat aku minta maaf, karena ketika aku bangun, beliau sudah berangkat kerja.
Siang, beliau meminta ku untuk menjemput ditempat kerjanya, cuaca sungguh panas, dan memang aku sedang sangat malas, ketika handphone bergetar, sms dari beliau. "Jemput ya mbak" , tanpa ku balas, aku berangkat. Aku tak sadar, perlakuanku menyakitinya. Aku tak pernah sadar. Aku diam tanpa ekspresi dengan menyetir, tanpa kata dan aura.
Sampai di rumah, pintu terkunci dari dalam, adik yang sedang bermain komputer tidak mendengar saat dipanggil, beliau menyuruhku jalan lewat pintu depan, dan aku hanya memasang muka masam, tanpa ekspresi. Sembari berjalan ke arah depan, beliau marah sembari mengeluarkan kata- kata kekecewaan, aku dengar.
Luapan emosi keluar tanpa diminta, bersamaan pintu di buka. Segala emosi tertuang, dan aku mendengarnya dari bilik kamar. Beliau baru pulang kerja dan aku, anaknya membuat masalah dengan perasaannya. Makian makin terdengar, aku sama sekali tidak menyalahkan beliau. Aku pun sama sekali tidak membalas perkataannya, aku hanya diam, dan bergetar, mendengar luapan emosi yang tak beritme, baru kali ini aku di perlakukan seperti ini olehnya, beliau yang selama ini menjadi pangkuan hidupku, yang menyusui ku ketika aku masih bayi, yang memberi kehangatan padaku, serta membesarkan aku hingga hamper menjadi orang, dan dengan sikap bajingan siang tadi, aku telah merobek hatinya yang tulus.
Hingga saat ini aku masih diam, dan sama sekali tidak membuka pembicaraan, begitu pun beliau, entahlah, mungkin aku terlalu gengsi memulai semua ini, hanya untuk sekedar berkata "maaf, bu" aku tak mampu. Betapa kini Tuhan membenciku, sekarang ini Dia pasti sedang mengumpat sikapku yang tolol ini, mencerca ku, dan menyuruh malaikat untuk menyiksaku hidup- hidup. Ya. Aku tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ini lebih sakit dari putus cinta.
Bu, maafkan aku..
Entahlah, aku sadar atau tidak saat itu. Tapi yang jelas, aku masih ingat kejadiannya, hanya kurang sadar dalam melakukannya. Belum sempat aku minta maaf, karena ketika aku bangun, beliau sudah berangkat kerja.
Siang, beliau meminta ku untuk menjemput ditempat kerjanya, cuaca sungguh panas, dan memang aku sedang sangat malas, ketika handphone bergetar, sms dari beliau. "Jemput ya mbak" , tanpa ku balas, aku berangkat. Aku tak sadar, perlakuanku menyakitinya. Aku tak pernah sadar. Aku diam tanpa ekspresi dengan menyetir, tanpa kata dan aura.
Sampai di rumah, pintu terkunci dari dalam, adik yang sedang bermain komputer tidak mendengar saat dipanggil, beliau menyuruhku jalan lewat pintu depan, dan aku hanya memasang muka masam, tanpa ekspresi. Sembari berjalan ke arah depan, beliau marah sembari mengeluarkan kata- kata kekecewaan, aku dengar.
Luapan emosi keluar tanpa diminta, bersamaan pintu di buka. Segala emosi tertuang, dan aku mendengarnya dari bilik kamar. Beliau baru pulang kerja dan aku, anaknya membuat masalah dengan perasaannya. Makian makin terdengar, aku sama sekali tidak menyalahkan beliau. Aku pun sama sekali tidak membalas perkataannya, aku hanya diam, dan bergetar, mendengar luapan emosi yang tak beritme, baru kali ini aku di perlakukan seperti ini olehnya, beliau yang selama ini menjadi pangkuan hidupku, yang menyusui ku ketika aku masih bayi, yang memberi kehangatan padaku, serta membesarkan aku hingga hamper menjadi orang, dan dengan sikap bajingan siang tadi, aku telah merobek hatinya yang tulus.
Hingga saat ini aku masih diam, dan sama sekali tidak membuka pembicaraan, begitu pun beliau, entahlah, mungkin aku terlalu gengsi memulai semua ini, hanya untuk sekedar berkata "maaf, bu" aku tak mampu. Betapa kini Tuhan membenciku, sekarang ini Dia pasti sedang mengumpat sikapku yang tolol ini, mencerca ku, dan menyuruh malaikat untuk menyiksaku hidup- hidup. Ya. Aku tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ini lebih sakit dari putus cinta.
Bu, maafkan aku..
Suatu saat bapak saya berkata "kamu sudah tumbuh menjadi seorang wanita sekarang, aku tidak pernah tahu jika waktu ini sangat singkat, anak perempuan kecilku yang dulu masih sering menangis karena tidak dituruti keinginannya, sekarang sudah menjadi wanita dewasa, kamu sungguh cepat sekali tumbuh, nak :')"dalam keremang- remangan jiwa, dan aku masih meraba- raba, masih dalam kebisuan tentang masa depan, serta keterputusasaan, ayah adalah salah satu orang yang tidak pernah lelah memberi semangat untuk anaknya. Saya sempat putus asa dalam menjalani masa studi yang belum ada 365 hari, saya baru semester dua dan sudah bosan dengan kehidupan kampus, saya bosan dengan kegiatan yang melulu begitu- begitu saja, saya bosan setiap pagi bangun, berangkat kampus, dan pulang larut, mengerjakan tugas- tugas yang tiada habisnya, saya sempat malas dan berhenti meminta, namun itu tidak lama.. Saya selalu ingat, ketika bapak bilang "aku pingin kamu kuliah, kamu harus lebih baik dariku, jangan sampai hidupmu nanti sulit, biar aku saja yang merasakan pahitnya hidup, kamu jangan sampai".
Kemarin- kemarin, saya sempat tidak yakin kalau bisa lulus semester ini, saya benar- benar down dengan alasan yang sungguh tidak rasional, CINTA, ya .. padahal saya harusnya bersyukur, mungkin saya terlepas dari orang yang menghambat jalan saya.
Namun, Alhamdulillah, Puji Syukur.. ternyata IPK naik walaupun sedikit.
Ini hadiah untuk bapak ibuk, dan saya dapat beasiswa :)