[Sweet memories] KKN 2014

Juli 03, 2014


Kuliah Kerja Nyata, merupakan salah satu program yang harus ditempuh oleh mahasiswa pra tingkat akhir, di seluruh universitas yang ada di Indonesia. Mendengar kata KKN pertama kali yang saya rasakan adalah deg deg an. KKN, Kuliah Kerja Nyata, entah nyata yang bagaimana. Universitas Negeri Malang, dalam satu tahun mengadakan KKN dua kali, saat semester pendek, dan semester ganjil. 


Semester pendek ini -s e h a r u s n y a- saya dan teman- teman sedang berada di rumah menikmati liburan tiga bulan, namun harus mengejar target KKN semester pendek supaya segera bisa lulus di semester tujuh.

Sebelum KKN, diadakan pembekalan tiga kali. 12- 14 Mei pembekalan awal, menjelaskan mengenai berbagai hal mengenai KKN, mulai dari perkenalan daerah, penjelasan posdaya, teknis, penjelasan kegiatan, serta berbagai contoh program kerja.

Penempatan sudah dilakukan jauh- jauh hari beserta nama kelompok, dari berbagai fakultas, kami belum pernah bertemu, bahkan kenal. Kami saling mencari melalui media sosial, facebok, twitter, bahkan google. Bertukar nomor telepon, hingga membentuk grup whatsapp. 

Satu kelompok terdiri dari 20 hingga 21 mahasiswa bagi yang penempatan di desa, dan 10 mahasiswa yang mendapat tempat di daerah kota. Selama pembekalan bersama ke 19 teman yang lain, saya selalu duduk bersama mereka. Menjalin kearaban, menjalin kekeluargaan. 

Nama desa kami adalah Jatisari, berada di Kecamatan Pakisaji. Masih berada di Malang. Cerita cerita sebelumnya, bagi saya KKN selalu horor, berbanding terbalik dengan keadaan di kota yang penuh dengan kemudahan. KKN menurut cerita, tempat tinggal yang tidak nyaman, sarana mandi yang sulit, sinyal yang susah, serta hal- hal mengerikan yang lainnya seperti kondisi keamanan daerah yang rawan akan pencurian, perampokan, dan lainnya.

Setelah sering bertemu, kelompok saya melakukan survey di desa tempat KKN. Tujuannya tentu melihat kondisi daerah, cek sinyal, dan tempat tinggal. Berbeda dengan kelompok yang lain, kelompok saya mendapat tempat tinggal di rumah penduduk, dengan sistem sewa. Namun, banyak kelompok lain yang tinggal di tempat perangkat desa. Untuk teman- teman laki- laki tinggal di sebuah rumah yang mungil dan ditempati 7 orang, sedangkan untuk posko wanita rumah lumayan besar, dan ditinggali 13 orang.

Kami pertama kali mendatangi pak Carik atau lebih dikenal dengan sekdes, kemudian pak kepetengan atau jogoboyo (keamanan). 

Koordinator Desa kami bernama Ahmad Rizky Hidayat dari Lumajang, anaknya kalem dan multitasking. Semua dipikirkan. Great! Berarti kami tidak salah memilih kordes. Wakil Kordes Rama Budi Wijaya dari Madiun. Sekretaris 1 adalah Hani Alifatin Izza dari Lamongan, sekretaris 2 Ria Dwi Febriani dari Ponorogo, Bendahara 1, saya dari Kediri. Bendahara 2 Adelia Regina Avista Tjandra Dewi dari Batu. Anggota kami yang lainnya : Citra Amelia Agung, Dyastri Sudariyati, Logya Khaesty Palupi, Selvina Maharani, Nanda Puspita Amalia dari Malang. Devy Probowati dari Blitar, Nafiatus Syafaati dari Tuban. Naily Rizqi Amaliyah dan Achmad Cahya Febrianto dari Lumajang, Mega Citra Darmastuti dari Ponorogo, Hasto Pujo Pratowo dari Pasuruan, Bima Alim Azizi dari Madiun, Ade Yudha Nugroho dari Nganjuk serta Ilham Sumarga dari Probolinggo.         

Kehidupan baru saya bersama orang- orang baru yang penuh dengan perbedaan latar belakang sudah dimulai.

Hari pertama datang ke Jatisari, saya dan teman- teman mulai pindahan, rumah dengan 3 kamar tidur, ditempati oleh 13 anak perempuan yang identik dengan sikap egois serta tidak mau kalah. Umumnya rumah di desa, kamar mandi hanya ada 1 saja. 

Pembagian kamar selesai, ada beberapa yang tidak mendapat kamar, saya salah satunya. Saya memilih untuk tidak tidur di kamar karena tidak suka “umpel- umpelan”. Hari pertama di desa baru, kami bersilaturahmi ke pak RT serta RW tempat kami tinggal.

Hari selanjutnya, kami mulai berkenalan dengan perangkat desa dengan datang ke kelurahan, disini penyambutan sangat baik, dan kami berdiskusi mengenai kondisi desa Jatisari. Program yang dibutuhkan serta permasalahan yang ada. Hingga akhirnya kelompok kami dapat menentukan program yang cocok untuk desa ini.

Minggu pertama, saya masih saja ingin pulang, setiap hari telepon ibuk, mungkin karena belum menemukan kenyamanan.
Penentuan piket masak, beberes rumah, piket balai desa, penentuan program, semuanya menjadikan masing- masing dari kami semakin akrab satu sama lain. Menyatukan isi kepala 20 orang memang susah, namun dengan menekan ego diri masing- masing, syukurlah kelompok kami ‘lempeng’.

Sama halnya dengan kelompok lain, kami juga melakukan rapat harian menentukan program kerja yang akan dilaksanakan, ada 10 program yang direncanakan, dan syukurlah di ACC semua oleh pihak kampus. Namun, hanya 8 yang kami laksanakan dikarenakan keterbatasan waktu serta dana.
Menjalani KKN selama hampir 1,5 bulan, merubah pandangan saya mengenai ‘ngeri’nya KKN. Mungkin, memang kebetulan di tempat saya daerahnya enak, enak dalam artian masih dapat dijangkau oleh kendaraan, sinyal, dan fasilitas lainnya. Agak jauh memang dari kota, namun masih dapat dijangkau dengan mudah.

Di tempat ini, saya memiliki teman, sahabat, saudara dan keluarga baru. Di tempat KKN ini, saya belajar artinya menahan ego, saling memahami, dan mengerti satu dengan yang lainnya. Disini saya juga belajar toleransi yang saya rasa mulai hilang dalam diri saya. 

Bercanda, tertawa, galau, sedih, nangis, semuanya terangkum dalam satu bulan setengah yang rasanya cepat sekali berlalu. Ada banyak sekali yang ingin saya ceritakan, mungkin nanti akan terbagi menjadi beberapa bagian.
Ada banyak hal baru yang saya alami disini. 

Terimakasih teman- teman KKN Jatisari 2014. You’ll be missed! 



You Might Also Like

3 comments

Keep Blogwalking!

BLOGGER PEREMPUAN

Blogger Perempuan

KUMPULAN EMAK BLOGGER

BLOGGERHUB