Pengalaman Pertama Berkendara Melintasi Jembatan Suramadu
Maret 13, 2016Sekitar beberapa saat yang lalu aku kembali berkendara ke Surabaya dari Kediri secara jomlo untuk menghadiri undangan acara di salah satu mall kota pahlawan. Acaranya sore hari sehingga aku memutuskan untuk menginap di rumah kost teman. Setelah selesai acara, aku dan beberapa teman blogger yang hadir dari Surabaya dan Madura (plat m) menyempatkan untuk kongkow sejenak di cafe Rolak yang entah dimana tempatnya aku gak tau. Seingatku cafe ini berada di daerah Ketintang dan lokasinya di sekitar bendungan.
Bahas sana bahas sini gak taunya jam sudah menunjukkan waktu untuk pulang. Rencana menginap di rumah kost teman gagal, akhirnya berpindah ke rencana B. Beruntungnya, mba Riska Ngilan menawarkan diri dan mengajak aku dan Ria Lyzara untuk menginap di rumahnya, di Bangkalan. Oke deh, saatnya nyebrang pulau. Aku sebenarnya sudah beberapa kali berkendara melewati jembatan Suramadu, tapi sejauh ini selalu naik mobil atau dibonceng dan waktunya selalu siang hari. Ini pertama kalinya, melintasi Suramadu malam hari dan nyetir!. Sudah bisa dibayangkan bagaimana rasanya melintasi laut di malam hari, anginnya super duper kencang!. Selama menyeberang Suramadu, aku hanya fokus menyetir dan tak hentinya memanjatkan doa semoga selalu diberi keselamatan.
Sesampainya di rumah mba Riska, kami dipersilakan untuk istirahat, makan, dan mandi. Selanjutnya ngobrol ngalor-ngidul sampai malam, dan entah bagaimana ceritanya masing-masing dari kami terlelap tidur. Ohya, fyi Ria Lyzara ini kuliah di Universitas Trunojoyo Madura, jadi datang ke Madura adalah saat yang tepat untuknya bernostalgia. Keesokan harinya, bersama beberapa teman plat m, aku diajak untuk kota-kota mencicipi makanan khas Bangkalan untuk sarapan,yaitu nase' serpang.
Tahun 2012 aku pertama kali mencoba nase' serpang saat acara Blogilicious di Bangkalan dan tahun 2016 akhirnya aku merasakan lagi kenikmatan makanan ini. Haha. Harus menunggu 4 tahun dulu baru bisa makan lagi. Harga nase' serpang cukup terjangkau kalau buat wisatawan sepertiku, kalau dilihat dari porsinya yang besar dan lauknya yang banyak, aku kira pantas penjual mematok nase' serpang dengan harga Rp 12.000.
Supaya gak biasa teman-teman plat mengajakku untuk sarapan nase' serpang di Taman Paseban Bangkalan yang terletak di depan Masjid Agung, dulu Taman Paseban belum bagus seperti sekarang. Setelah menikmati sarapan, kami berkeliling Taman dan tentunya gak lupa foto- foto.
Semakin siang ternyata Bangkalan turun hujan, rencana untuk jalan-jalan ke Bukit Jaddih harus diurungkan. Akhirnya, aku, Ria, Mba Riska, Mas Echo, dan Dendy berteduh di rumah mas Raden yang lokasinya dekat sekali dengan Taman Paseban. Cuaca yang tidak bersahabat ini membuat aku dan Ria memutuskan untuk pulang setelah hujan reda. Tapi sebelum kami pulang, mba Riska, Ria, mas Raden dan Dendy mengajak untuk menikmati siwil di Socah terlebih dahulu.
Perjalanan menuju Socah tidak lama, kurang lebih 30 menit dari Taman Paseban. Sesampainya di rumah penjual Siwil, mba Riska mewakili kami memesan siwil Rp 15.000 itu artinya kami dapat 30 biji karena harga satuan siwil adalah Rp 500. Siwil ini bahan dasarnya seperti pembuatan cireng, yaitu tepung kanji. Tapi yang membuat siwil istimewa adalah adanya campuran udang yang membuat makanan ini menjadi lebih gurih dan enak.
Dari segi penampakan siwil dan cireng memang berbeda. Kalau cireng berbentuk bulat pipih, sedangkan siwil memiliki bentuk yang tidak beraturan. Selain itu, teman makan siwil pun berbeda dengan cireng, kalau cireng sering dimakan dengan saos sambal, sedangkan siwil bisa dimakan dengan sambal rujak atau sambal petis. Aku sih favorit sambal petisnya.
Setelah ngobrol berbagai macam hal dan saling bully, ternyata siwil 30 biji kami telah habis, karena merasa kurang puas menikmati siwil, kami memesan kembali 30 biji ronde ke 2. Setelah habis, aku, Ria dan Dendy masih pesan lagi untuk dibawa pulang. Entah, ini maruk atau apa. Tapi I guarantee, siwilnya enak.
Setelah itu, aku dan Ria pulang. Perjalanan nampak baik-baik saja, namun saat sampai di dekat Suramadu kami dikejutkan dengan saapan orang yang memberi tahu kalau ban belakang motor kempes. Fiuh, untunglah belum sampai nyebrang ya. Coba kalau pas lagi di tengah-tengah terus ketauan kempes apa gak panik tuh, secara Suramadu panjang banget gitu. Cari tukang tambal ban gak mungkin ada.
Lagi-lagi kami masih beruntung, karena motor yang aku kendarai menggunakan ban tubles, jadi masih aman digunakan meskipun kempes. Sesaat setelah diberi tahu kalau ban kempes, kami segera mencari tukang tambal ban. Aku memutuskan untuk menambah angin saja, karena mengira ban hanya kempes. Ohya, menyeberang jembatan Suramadu itu gratis untuk sepeda motor ya.
Perjalanan kembali ke Surabaya kami lalui dengan bantuan GPS, dengan formasi aku menyetir dan Ria pembaca navigasi. Ternyata kami adalah tim yang solid. Haha. Kebersamaanku dan Ria harus selesai di Jalan Diponegoro. Ria harus pulang ke Gresik dan aku melanjutkan perjalanan Pulang ke Kediri.
Selama perjalanan motor yang aku kendarai nampak baik-baik saja, mengingat di Bangkalan sempat kempes dan diisi angin. Beberapa kali aku berhenti di SPBU untuk melepas lelah dan menyiram ban motor dengan air supaya kondisinya tetap dingin. Tapi sesampainya di Mojowarno Jombang, aku merasakan kalau ban motor mulai kempes lagi. Cuaca kurang bersahabat karena gerimis dan kondisinya menjelang maghrib. Saat ban kempes aku sedang berada di daerah yang minim penerangan dan jarang terlihat rumah penduduk. Beruntung saat itu ada warung yang juga menyediakan pompa angin.
Sesampainya di rumah, Siwil dari Socah aku masukkan kedalam lemari pendingin untuk dinikmati esok hari. Ternyata siwil ini kalau dingin jadi mengeras dan tidak molor. Eh tapi tetep enak kok.
Ah, kan jadi pengen makan siwil lagi. Kapan ya bisa ke Socah buat borong siwilnya. Ohya, terima kasih untuk teman-teman Madura yang sudah mau direpoti selama aku ada di sana. Jangan khawatir, kapan-kapan pasti aku repoti lagi :D
16 comments
Perjalanan yang mengasyikkan disambut sahabat blogger yang keren dan pasti mengasyikkan
BalasHapusWah jadi Penasaran, Siwil itu rasanya seperti apa hehehe
yang jelas enak :D
HapusUyeee.. Ditunggu lagi kehadirannya di kota sewel tercintaahhhh.. :D
BalasHapusiyeee. Terima kasih sambutannya :D
Hapussemacam cimol cuma makannya sama tangan dan bumbunya kacang? oh, makanan apalagi ini..
BalasHapusMbak ini sudah setrong dari dulu. :D
haha ayo ke Madura makan Siwil.
HapusMusang mana musang, yang kau Gendong kok gak ada
BalasHapushaha. Musangnya mekangkang. Jadi saru
HapusAku jadi pingin ke Madura lagi .... :D
BalasHapusaku jugaaa :D
Hapuscireng dan siwil itu sama banget kok sil bisa diputerputer juga makannya pake cara gimana
BalasHapuscireng juga enak dimakan sama bubu rujak atau lainnya
namanya beda karena ya asal daerahnya aja beda, terus ya itu tambahan bahan dasarnya
iya mba, kalau siwil lebih gendut daripada cireng hehe
Hapusaahh aku mau ikot melintas ke suramadu donk pake motor ajah.
BalasHapusPernah waktu it ke Surabaya dalam rangka kerjaan, baru sampe mulut jembatan aja, soale udah kekejar pesawat mau balik.
hiks..menyedihkan
aku belum pernah ke suramadu Pi, ajakin dong
BalasHapusAku juga belum pernah ke Suramadu.
BalasHapusFoto kulinernya itu bikin penasaran banget :D
bikin Siwil sendiri saja Silvi, nanti aku diajari ya,
BalasHapusKeep Blogwalking!