Semalam, mungkin aku telah membuat hatinya sakit dan kecewa, aku sudah tidur dan dibangunkan, dan aku berlaku kasar tanpa sadar, padahal beliau menyuruhku makan. Beliau tau aku belum makan sedari pagi. Piring yang dibawanya ke kamar aku taruh begitu saja di meja belajar, di depan beliau. Lalu aku tidur kembali.
Entahlah, aku sadar atau tidak saat itu. Tapi yang jelas, aku masih ingat kejadiannya, hanya kurang sadar dalam melakukannya. Belum sempat aku minta maaf, karena ketika aku bangun, beliau sudah berangkat kerja.
Siang, beliau meminta ku untuk menjemput ditempat kerjanya, cuaca sungguh panas, dan memang aku sedang sangat malas, ketika handphone bergetar, sms dari beliau. "Jemput ya mbak" , tanpa ku balas, aku berangkat. Aku tak sadar, perlakuanku menyakitinya. Aku tak pernah sadar. Aku diam tanpa ekspresi dengan menyetir, tanpa kata dan aura.
Sampai di rumah, pintu terkunci dari dalam, adik yang sedang bermain komputer tidak mendengar saat dipanggil, beliau menyuruhku jalan lewat pintu depan, dan aku hanya memasang muka masam, tanpa ekspresi. Sembari berjalan ke arah depan, beliau marah sembari mengeluarkan kata- kata kekecewaan, aku dengar.
Luapan emosi keluar tanpa diminta, bersamaan pintu di buka. Segala emosi tertuang, dan aku mendengarnya dari bilik kamar. Beliau baru pulang kerja dan aku, anaknya membuat masalah dengan perasaannya. Makian makin terdengar, aku sama sekali tidak menyalahkan beliau. Aku pun sama sekali tidak membalas perkataannya, aku hanya diam, dan bergetar, mendengar luapan emosi yang tak beritme, baru kali ini aku di perlakukan seperti ini olehnya, beliau yang selama ini menjadi pangkuan hidupku, yang menyusui ku ketika aku masih bayi, yang memberi kehangatan padaku, serta membesarkan aku hingga hamper menjadi orang, dan dengan sikap bajingan siang tadi, aku telah merobek hatinya yang tulus.
Hingga saat ini aku masih diam, dan sama sekali tidak membuka pembicaraan, begitu pun beliau, entahlah, mungkin aku terlalu gengsi memulai semua ini, hanya untuk sekedar berkata "maaf, bu" aku tak mampu. Betapa kini Tuhan membenciku, sekarang ini Dia pasti sedang mengumpat sikapku yang tolol ini, mencerca ku, dan menyuruh malaikat untuk menyiksaku hidup- hidup. Ya. Aku tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ini lebih sakit dari putus cinta.
Bu, maafkan aku..
Entahlah, aku sadar atau tidak saat itu. Tapi yang jelas, aku masih ingat kejadiannya, hanya kurang sadar dalam melakukannya. Belum sempat aku minta maaf, karena ketika aku bangun, beliau sudah berangkat kerja.
Siang, beliau meminta ku untuk menjemput ditempat kerjanya, cuaca sungguh panas, dan memang aku sedang sangat malas, ketika handphone bergetar, sms dari beliau. "Jemput ya mbak" , tanpa ku balas, aku berangkat. Aku tak sadar, perlakuanku menyakitinya. Aku tak pernah sadar. Aku diam tanpa ekspresi dengan menyetir, tanpa kata dan aura.
Sampai di rumah, pintu terkunci dari dalam, adik yang sedang bermain komputer tidak mendengar saat dipanggil, beliau menyuruhku jalan lewat pintu depan, dan aku hanya memasang muka masam, tanpa ekspresi. Sembari berjalan ke arah depan, beliau marah sembari mengeluarkan kata- kata kekecewaan, aku dengar.
Luapan emosi keluar tanpa diminta, bersamaan pintu di buka. Segala emosi tertuang, dan aku mendengarnya dari bilik kamar. Beliau baru pulang kerja dan aku, anaknya membuat masalah dengan perasaannya. Makian makin terdengar, aku sama sekali tidak menyalahkan beliau. Aku pun sama sekali tidak membalas perkataannya, aku hanya diam, dan bergetar, mendengar luapan emosi yang tak beritme, baru kali ini aku di perlakukan seperti ini olehnya, beliau yang selama ini menjadi pangkuan hidupku, yang menyusui ku ketika aku masih bayi, yang memberi kehangatan padaku, serta membesarkan aku hingga hamper menjadi orang, dan dengan sikap bajingan siang tadi, aku telah merobek hatinya yang tulus.
Hingga saat ini aku masih diam, dan sama sekali tidak membuka pembicaraan, begitu pun beliau, entahlah, mungkin aku terlalu gengsi memulai semua ini, hanya untuk sekedar berkata "maaf, bu" aku tak mampu. Betapa kini Tuhan membenciku, sekarang ini Dia pasti sedang mengumpat sikapku yang tolol ini, mencerca ku, dan menyuruh malaikat untuk menyiksaku hidup- hidup. Ya. Aku tersiksa dengan perasaanku sendiri. Ini lebih sakit dari putus cinta.
Bu, maafkan aku..