[Ijen Crater] |
Beberapa waktu yang lalu saya kembali melakukan perjalanan bersama teman-teman kantor. Kali ini perjalananya masih seirama dengan jalan-jalan ke Bromo kemarin, kemasannya masih dalam rangka outing. hehe
[Cahaya dari Paiton] |
Perjalanan Kediri- Malang cukup lancar, bahkan saat sampai di Probolinggo-pun juga semuanya lancar. Alhamdulillah. Hingga akhirnya menjelang lepas maghrib kami sampai di rumah makan Utama Raya di Situbondo. Tempatnya oke banget dan memang sengaja didesain untuk rest area, karena fasilitasnya sangat lengkap. Ada SPBU, rumah makan, pusat perbelanjaan, mushola, kamar mandi dan penginapan.
Lepas makan malam, kami meluncur menuju Ijen. Ohya dalam perjalanan ini saya banyak tidurnya hehe.. Hanya sesekali terbangun saat rombongan kami salah jalur, soalnya sepanjang perjalanan kayak hutan-hutan terus, sepi dan gelap. Kemudian tau-tau sampai di pintu gerbang utama Ijen. Kami sempat berhenti sejenak untuk melepas lelah, soalnya perjalanan panjang kan ya dan cuma duduk terus.
Ijen dingin banget! Saya sempat duduk di kursi yang terbuat dari bambu, rasanya NYES kayak duduk di es. Padahal waktu di Bromo, saya gak begitu merasa dingin dan menggigil. Yaaaah, meskipun pernah biduran sih dulu pas di sana. Hehe.
Padahal nih, Ijen itu posisinya masih lebih rendah dibandingkan dengan Bromo. Tapi kok Ijen rasanya dingin banget ya, apa karena ini masih pertama kalinya bagi diri dan jiawaku datang kesini, makanya masih belum penyesuaian. Entahlah.
Tak menunggu lama, setelah teman-teman lain sudah siap melanjutkan perjalanan, kami mulai meluncur ke area parkir atau biasa disebut dengan Paltuding. Ohya perjalanannya sekitar 30 menit dan akan ada beberapa pos pemberhentian yang digunakan untuk pendaftaran tamu. Saat kami datang, nomor buku tamunya sudah mencapai 1000. Jadi bisa bayangkan, kami akan ada di puncak Ijen kira-kira bersama 1000 orang atau bahkan lebih.
Nah, uniknya dalam perjalanan menuju Paltuding ini kami hanya ditarik ongkos secara sukarela saja. Baru setelah mau menuju ke gerbang pendakian, kami dikenakan tiket Rp 7.500/ orang. Murah banget!. Tapi sepulang dari Ijen nih yang mahal ongkosnya. Ongkos apa? Ongkos pijit!.
Rombongan kami sampai di Paltuding sekitar pukul 10.30 dan kami gak bisa langsung mendaki begitu saja, karena memang pendakian baru dibuka pukul 01.00 WIB. Jadi kami harus menunggu di warung kopi yang ada di sekitar area parkir. Ada juga yang mendirikan tenda sih. Kayaknya seru kalau lain kali buat 'nenda' di area Ijen.
Ohya fasilitas toilet di Paltuding juga cukup memadai lah kalau menurut saya, air cukup dan toilet cukup bersih. Tarif toiletnya antara 3-5 ribuan saja.
Nah, pas udah mau jam 01.00, kami bersiap jalan menuju area gerbang pendakian. Sebelum itu saya sempatkan buat pergi ke toilet dulu, karena kabarnya di sepanjang jalur pendakian memang tersedia toilet namun tidak ada air yang cukup.
Setelah saya dan semua rombongan sudah memegang tiket, air mineral dan P3K masing-masing, kami bersiap untuk memulai pendakian. Ohya jarak tempuh antara pos loket dan puncak Ijen katanya cuma 3,4 km saja.
Awalnya sih perjalanan masih asyik ya, soalnya belum begitu menanjak makin lama makin menanjak bahkan kemiringannya sekitar 40 derajat. Saya terus berjalanan sambil sesekali berhenti untuk minum. Goals saya ke Ijen ini adalah untuk dapat melihat blue fire. Ohya, rombongan yang pergi bersama kami ada 19 orang.
Jalur pendakian di Ijen ini cukup lebar dan aman, namun pastikan tetap hati- hati karena ada beberapa spot yang cukup berbahaya kalau kita lengah. Soalnya bisa langsung terjun ke jurang kalau sampai jatuh, ehem.
Jujur, mungkin ini adalah pendakian tanpa drama yang saya alami. Kalau mungkin teman- teman masih ingat tentang pendakian saya ke Panderman tahun 2014 dan sempat disasarkan makhluk astral itu, kadang bikin malas naik gunung, asli.
Baca Juga : Pertama Mendaki, Nyasar di Panderman
Kabarnya pendakian normal dari Paltuding ke Puncak Ijen dapat dilampaui sekitar 2-3 jam. Tapi kalau yang belum pernah ke Ijen bakalan gak percaya kalau jaraknya cuma 3,4km. Soalnya serasa 200 km saking jauhnya. Memang terasa jauh karena kontur tanahnya yang naik terus.
Namun saya jamin deh, buat yang suka sama petualangan, mendaki ke Ijen wajib buat dicoba. Suasana malam saat pendakian ini rasanya bikin syahdu di hati. Mungkin kita emang capek mendaki, tapi kita juga disuguhi sama indahnya gemintang di langit. Rasanya capek jadi sedikit terobati, kemudian tau- tau kita udah sampai di pos terakhir yang udah deket sama puncak.
Beberapa kali saya sempat merasa di PHP sama diri sendiri, soalnya sering bilang,
"wah puncak udah deket, lihat udah banyak lampunya!"
Ternyata, puncak masih jauh. Tapi, saya sangat bersyukur, karena akhirnya bisa sampai di puncak pukul 03.00, bersama mas Roni. Nah di atas, ternyata kami juga berjumpa dengan beberapa teman dari rombongan yang sedang menunggu teman lainnya.
Karena ini pertama kalinya saya berkunjung ke Ijen, saya gak mau dong ketinggalan momen buat melihat blue fire yang katanya cuma ada dua di dunia ini. Akhirnya setelah sepakat, saya dan mas Roni turun untuk melihat blue fire di dekat kawah Ijen.
Blue Fire sendiri merupakan reaksi dari gas bumi ketika bertemu oksigen pada tingkatan tertentu. Hasil dari reaksi inilah yang akhirnya memunculkan api yang berwarna biru.
Katanya, cuma 700 meter aja kami bisa sampai dekat blue fire. Nyatanya? Tau sendirilah gimana ya kan. Haha. Jalurnya bebatuan dan curam, jadi kami harus sangat hati-hati saat menuruni jalur- jalur ini. Selain karena rawan longsor juga rawan kepleset.
Ah sebelum turun untuk melihat api biru, kamu akan menemukan penjaja sewa masker mulut khusus yang bentuknya seperti teropong, karena memang ijen ini masih termasuk gunung aktif ya.
Malam sebelumnya saya juga sudah coba untuk cari masker N95, namun tidak bisa saya temukan di beberapa apotek, jadilah cuma pakai masker mulut biasa yang tulisannya 'sensi' itu. Nah waktu ditawari, dan mas Roni memutuskan untuk tidak sewa, cukup berbahaya sih sebenernya. Padahal biaya sewanya juga murah aja, sekitar 25K.
Saat melakukan perjalanan turun menuju kawah, bau belerang bener- bener menusuk hidung. Sekitar pukul 04.00 kami sudah sampai di dekat api biru, bau belerangnya jelas makin kuat.
Hingga akhirnya mas Roni memutuskan untuk mencari tempat untuk istirahat agak jauh dari sumber gas sulfurnya dan membiarkan saya berkelana mengambil gambar api biru.
Sayangnya entah kabut atau gasnya cukup tebal saat itu, hingga api biru hanya terlihat sedikit saja.
Suasana makin terang dan gas belerang juga makin tebal, saya memutuskan untuk istirahat di dekat tempat duduk mas Roni. Gak taunya gas belerang arah anginnya ini menuju ke arah kami. Sontak banyak yang lari menghindar dan menjauh. Sedangkan kami masih duduk disitu sambil menutup hidung.
[haha mana ga jelas lagi ngeblur] |
[Good Morning, peps. From Punggung Gunung Ijen] |
Tapi jalur ini cukup sempit dan curam ya. Saat naik ke atas kami harus antre soalnya ada yang mau naik dan ada juga yang masih mau turun.
Apalagi waktu itu kami yang mau naik sempat dimaki-maki sama guide yang bawa tamu dan mereka mau turun lihat blue fire, padahal hari udah terang dan gak mungkin juga kelihatan jelas blue firenya.
[Bersama mas Roni] |
Saya sempat mendengar abang-abang bule bilang,
"Hey guys, this is not about blue fire, this about happiness".
Nah, pas udah di atas kita ketemu sama rombongan kantor yang lain dan ternyata dari 19 orang yang ikut naik ke Ijen, cuma saya dan mas Roni yang mau turun ke kawahnya. Hehe.
Setelah puas mengambil gambar, kami diarahkan untuk kembali turun ke Paltuding karena cuaca sempat berubah menjadi sedikit gerimis namun tidak lama.
Mungkin sebetulnya Ijen itu hampir sama kayak gunung yang lain. Sama- sama ada ojeknya, jadi gak perlu khawatir buat yang pengen naik (mendaki) ke Ijen tapi kok gak mampu, yaudah naik aja taksi lokal.
Taksi Lokal?
[Taksi Lokal] |
Jadi yang naik ya duduk di bagian depannya itu. Tapi gak usah khawatir, soalnya udah ada bantalan empuknya kok. Jadi gak akan sakit kalau duduk di taksi lokal ini.
Nah caranya penggunaanya adalah kalau mau naik taksi untuk naik ke puncak, akan ada tiga orang yang menjalankannya, dua orang di bagian depan untuk menarik dan satu di belakang untuk mendorong.
Sedangkan kalau taksi ini dipakai untuk turun, cukup satu orang saja yang mengemudikannya, karena saat turun hanya perlu rem untuk kontrol laju taksi lokal ini.
Karena itulah biayanya mahal, kalau kamu mau naik untuk ke puncak, kamu harus mengeluarkan dana sekitar 500-700K, sedangkan kalau turun sih bisa dinego. Kemarin ada teman saya naik taksi lokal untuk turun ke Paltuding hanya membayar sekitar 100K saja.
Selain itu, kita juga bisa melihat pekerjaan yang paling berbahaya di dunia, para penambang belerang.
Ohya sebelum pergi ke Ijen, saya juga sempatkan untuk mencari informasi mengenai persiapan apa saja yang wajib banget dibawa buat pendaki pemula seperti saya, kurang lebih inilah yang saya pakai mengikuti tips untuk wisata ke Ijen;
[Bersama dua kolega kantor, mas Salim dan mas Roni] |
Kemudian tambah pakai jaket yang windproof, terserah mau merk apa katanya yang bagus punya Eiger. Tapi karena gak punya, saya pakai jaket kesayangan saya—Lotto.
Sepatunya saya pakai sepatu boots Kody—Nokha, yang solnya gak bikin lecet kaki, melindungi dari dingin dan enteng buat melangkah. Boots ini sudah saya pakai buat jalan-jalan ke Baluran, Bromo 2x, pantai dan Ijen. Cukup oke sih.
Bawa senter atau headlamp, soalnya kalau mau mendaki dini hari kayak yang saya lakukan dan teman-teman kan gelap yah,
Bawa masker ini penting banget, bisa beli masker N95 atau sewa di sana,
Bawa air mineral dan mungkin camilan, saya kemarin selama perjalanan gak makan camilan sama sekali karena ya you know lah takut sakit perut,
yang paling penting adalah selalu patuhi aturan yang ada di sana, karena kita ada di alam dan jangan pernah main-main dengan alam. Termasuk jangan suka buang sampah sembarangan, ya.
Nah, pas perjalanan buat turun ke Paltuding beberapa kali saya sempat terpeleset dan jatuh, begitu juga teman- teman yang lainnya. Tapi seru banget asli, pas sudah sampai di area Paltuding dan parkir capeknya baru kerasa semua. Udah ngantuk, capek, lusuh, semua deh pokoknya.
Awalnya saya sempat bilang gak mau naik Ijen lagi, tapi setelah satu minggu capeknya hilang baru pengen buat kesana lagi. Hehe. Soalnya ada beberapa spot yang belum saya nikmati.
Buat kamu yang pengen ke Kawah Ijen, lokasinya ada di Taman Sari, Licin, Banyuwangi.
[Chers, from here] |