Pengalaman Pertama Mendaki ke Jantung Kawah Ijen, Banyuwangi

November 12, 2018

[Ijen Crater]
Pukul 01.00 dini hari, saat banyak manusia di belahan bumi lain sedang terlelap dalam tidurnya, kami para tamu Ijen yang berada di Paltuding sedang bersiap untuk mendaki guna menyaksikan indahnya keajaiban bluefire dan kawah Ijen. 

Beberapa waktu yang lalu saya kembali melakukan perjalanan bersama teman-teman kantor. Kali ini perjalananya masih seirama dengan jalan-jalan ke Bromo kemarin, kemasannya masih dalam rangka outing. hehe
[Cahaya dari Paiton]
Perjalanan dimulai dari Kediri pukul 10.00 WIB, kami seharusnya pergi ber-enam. Sayangnya ada dua yang tidak bisa ikut serta, hingga akhirnya kami meluncur hanya berempat saja. Perjalanan kami diawali dengan doa, harapannya semoga selalu lancar dan selamat sampai tujuan. 

Perjalanan Kediri- Malang cukup lancar, bahkan saat sampai di Probolinggo-pun juga semuanya lancar. Alhamdulillah. Hingga akhirnya menjelang lepas maghrib kami sampai di rumah makan Utama Raya di Situbondo. Tempatnya oke banget dan memang sengaja didesain untuk rest area, karena fasilitasnya sangat lengkap. Ada SPBU, rumah makan, pusat perbelanjaan, mushola, kamar mandi dan penginapan.
Lepas makan malam, kami meluncur menuju Ijen. Ohya dalam perjalanan ini saya banyak tidurnya hehe.. Hanya sesekali terbangun saat rombongan kami salah jalur, soalnya sepanjang perjalanan kayak hutan-hutan terus, sepi dan gelap. Kemudian tau-tau sampai di pintu gerbang utama Ijen. Kami sempat berhenti sejenak untuk melepas lelah, soalnya perjalanan panjang kan ya dan cuma duduk terus. 
Ijen dingin banget! Saya sempat duduk di kursi yang terbuat dari bambu, rasanya NYES kayak duduk di es. Padahal waktu di Bromo, saya gak begitu merasa dingin dan menggigil. Yaaaah, meskipun pernah biduran sih dulu pas di sana. Hehe.

Padahal nih, Ijen itu posisinya masih lebih rendah dibandingkan dengan Bromo. Tapi kok Ijen rasanya dingin banget ya, apa karena ini masih pertama kalinya bagi diri dan jiawaku datang kesini, makanya masih belum penyesuaian. Entahlah.

Tak menunggu lama, setelah teman-teman lain sudah siap melanjutkan perjalanan, kami mulai meluncur ke area parkir atau biasa disebut dengan Paltuding. Ohya perjalanannya sekitar 30 menit dan akan ada beberapa pos pemberhentian yang digunakan untuk pendaftaran tamu. Saat kami datang, nomor buku tamunya sudah mencapai 1000. Jadi bisa bayangkan, kami akan ada di puncak Ijen kira-kira bersama 1000 orang atau bahkan lebih. 

Nah, uniknya dalam perjalanan menuju Paltuding ini kami hanya ditarik ongkos secara sukarela saja. Baru setelah mau menuju ke gerbang pendakian, kami dikenakan tiket Rp 7.500/ orang. Murah banget!. Tapi sepulang dari Ijen nih yang mahal ongkosnya. Ongkos apa? Ongkos pijit!.

Rombongan kami sampai di Paltuding sekitar pukul 10.30 dan kami gak bisa langsung mendaki begitu saja, karena memang pendakian baru dibuka pukul 01.00 WIB. Jadi kami harus menunggu di warung kopi yang ada di sekitar area parkir. Ada juga yang mendirikan tenda sih. Kayaknya seru kalau lain kali buat 'nenda' di area Ijen. 

Ohya fasilitas toilet di Paltuding juga cukup memadai lah kalau menurut saya, air cukup dan toilet cukup bersih. Tarif toiletnya antara 3-5 ribuan saja.

Nah, pas udah mau jam 01.00, kami bersiap jalan menuju area gerbang pendakian. Sebelum itu saya sempatkan buat pergi ke toilet dulu, karena kabarnya di sepanjang jalur pendakian memang tersedia toilet namun tidak ada air yang cukup.

Setelah saya dan semua rombongan sudah memegang tiket, air mineral dan P3K masing-masing, kami bersiap untuk memulai pendakian. Ohya jarak tempuh antara pos loket dan puncak Ijen katanya cuma 3,4 km saja. 
Awalnya sih perjalanan masih asyik ya, soalnya belum begitu menanjak makin lama makin menanjak bahkan kemiringannya sekitar 40 derajat. Saya terus berjalanan sambil sesekali berhenti untuk minum. Goals saya ke Ijen ini adalah untuk dapat melihat blue fire. Ohya, rombongan yang pergi bersama kami ada 19 orang. 

Jalur pendakian di Ijen ini cukup lebar dan aman, namun pastikan tetap hati- hati karena ada beberapa spot yang cukup berbahaya kalau kita lengah. Soalnya bisa langsung terjun ke jurang kalau sampai jatuh, ehem.

Jujur, mungkin ini adalah pendakian tanpa drama yang saya alami. Kalau mungkin teman- teman masih ingat tentang pendakian saya ke Panderman tahun 2014 dan sempat disasarkan makhluk astral itu, kadang bikin malas naik gunung, asli.

Baca Juga : Pertama Mendaki, Nyasar di Panderman

Kabarnya pendakian normal dari Paltuding ke Puncak Ijen dapat dilampaui sekitar 2-3 jam. Tapi kalau yang belum pernah ke Ijen bakalan gak percaya kalau jaraknya cuma 3,4km. Soalnya serasa 200 km saking jauhnya. Memang terasa jauh karena kontur tanahnya yang naik terus. 

Namun saya jamin deh, buat yang suka sama petualangan, mendaki ke Ijen wajib buat dicoba. Suasana malam saat pendakian ini rasanya bikin syahdu di hati. Mungkin kita emang capek mendaki, tapi kita juga disuguhi sama indahnya gemintang di langit. Rasanya capek jadi sedikit terobati, kemudian tau- tau kita udah sampai di pos terakhir yang udah deket sama puncak.

Beberapa kali saya sempat merasa di PHP sama diri sendiri, soalnya sering bilang,

"wah puncak udah deket, lihat udah banyak lampunya!"

Ternyata, puncak masih jauh. Tapi, saya sangat bersyukur, karena akhirnya bisa sampai di puncak pukul 03.00, bersama mas Roni. Nah di atas, ternyata kami juga berjumpa dengan beberapa teman dari rombongan yang sedang menunggu teman lainnya.

Karena ini pertama kalinya saya berkunjung ke Ijen, saya gak mau dong ketinggalan momen buat melihat blue fire yang katanya cuma ada dua di dunia ini. Akhirnya setelah sepakat, saya dan mas Roni turun untuk melihat blue fire di dekat kawah Ijen.

Blue Fire sendiri merupakan reaksi dari gas bumi ketika bertemu oksigen pada tingkatan tertentu. Hasil dari reaksi inilah yang akhirnya memunculkan api yang berwarna biru.

Katanya, cuma 700 meter aja kami bisa sampai dekat blue fire. Nyatanya? Tau sendirilah gimana ya kan. Haha. Jalurnya bebatuan dan curam, jadi kami harus sangat hati-hati saat menuruni jalur- jalur ini. Selain karena rawan longsor juga rawan kepleset. 

Ah sebelum turun untuk melihat api biru, kamu akan menemukan penjaja sewa masker mulut khusus yang bentuknya seperti teropong, karena memang ijen ini masih termasuk gunung aktif ya.

Malam sebelumnya saya juga sudah coba untuk cari masker N95, namun tidak bisa saya temukan di beberapa apotek, jadilah cuma pakai masker mulut biasa yang tulisannya 'sensi' itu. Nah waktu ditawari, dan mas Roni memutuskan untuk tidak sewa, cukup berbahaya sih sebenernya. Padahal biaya sewanya juga murah aja, sekitar 25K.

Saat melakukan perjalanan turun menuju kawah, bau belerang bener- bener menusuk hidung. Sekitar pukul 04.00 kami sudah sampai di dekat api biru, bau belerangnya jelas makin kuat.
Hingga akhirnya mas Roni memutuskan untuk mencari tempat untuk istirahat agak jauh dari sumber gas sulfurnya dan membiarkan saya berkelana mengambil gambar api biru.
Sayangnya entah kabut atau gasnya cukup tebal saat itu, hingga api biru hanya terlihat sedikit saja. 

Suasana makin terang dan gas belerang juga makin tebal, saya memutuskan untuk istirahat di dekat tempat duduk mas Roni. Gak taunya gas belerang arah anginnya ini menuju ke arah kami. Sontak banyak yang lari menghindar dan menjauh. Sedangkan kami masih duduk disitu sambil menutup hidung. 
[haha mana ga jelas lagi ngeblur]
Setelah kejadian ini, mas Roni sempat lemas dan sayapun panik. Setelah itu lekas-lekas kami berjalan menjauh sekaligus naik ke puncaknya lagi. Padahal jujur pengen banget bisa ambil gambar kawah Ijen yang berwarna ijo tosca dari dekat. Yah, mungkin lain kali bisa kesana lagi.
[Good Morning, peps. From Punggung Gunung Ijen]
Ternyataaa, pas jalan naik ke puncak atau orang biasa bilang punggung Ijen. Kami lagi dan lagi disuguhkan keindahan yang memanjakan mata banget. Pemandangan kawah Ijen ini sungguh cantik, apalagi ditambah dengan langit dan awan yang cerah. Wow. Sumpah kalian harus datang dan lihat sendiri!.

Tapi jalur ini cukup sempit dan curam ya. Saat naik ke atas kami harus antre soalnya ada yang mau naik dan ada juga yang masih mau turun.

Apalagi waktu itu kami yang mau naik sempat dimaki-maki sama guide yang bawa tamu dan mereka mau turun lihat blue fire, padahal hari udah terang dan gak mungkin juga kelihatan jelas blue firenya.
[Bersama mas Roni]
Sampai ada beberapa yang saking buru- burunya buat turun kepleset dan batu pijakannya longsor mengenai pendaki lain. Untungnya sih gak terluka dan tidak ada korban jiwa. Emang gak bisa disalahkan karena kita yang ada di Ijen pada capek semua, jadi pada sensitif semua.

Saya sempat mendengar abang-abang bule bilang,

"Hey guys, this is not about blue fire, this about happiness".

Nah, pas udah di atas kita ketemu sama rombongan kantor yang lain dan ternyata dari 19 orang yang ikut naik ke Ijen, cuma saya dan mas Roni yang mau turun ke kawahnya. Hehe.

Setelah puas mengambil gambar, kami diarahkan untuk kembali turun ke Paltuding karena cuaca sempat berubah menjadi sedikit gerimis namun tidak lama. 

Mungkin sebetulnya Ijen itu hampir sama kayak gunung yang lain. Sama- sama ada ojeknya, jadi gak perlu khawatir buat yang pengen naik (mendaki) ke Ijen tapi kok gak mampu, yaudah naik aja taksi lokal.

Taksi Lokal?
[Taksi Lokal]
Iya, ini nih yang bikin unik, di sini ojeknya bukan ojek motor atau kendaraan yang pakai mesin. Masyarakat menyebutnya taksi, yaitu moda trasnportasi yang bentuknya kayak kereta dorong untuk loading barang di gudang- gudang consumer goods.

Jadi yang naik ya duduk di bagian depannya itu. Tapi gak usah khawatir, soalnya udah ada bantalan empuknya kok. Jadi gak akan sakit kalau duduk di taksi lokal ini.

Nah caranya penggunaanya adalah kalau mau naik taksi untuk naik ke puncak, akan ada tiga orang yang menjalankannya, dua orang di bagian depan untuk menarik dan satu di belakang untuk mendorong.

Sedangkan kalau taksi ini dipakai untuk turun, cukup satu orang saja yang mengemudikannya, karena saat turun hanya perlu rem untuk kontrol laju taksi lokal ini. 

Karena itulah biayanya mahal, kalau kamu mau naik untuk ke puncak, kamu harus mengeluarkan dana sekitar 500-700K, sedangkan kalau turun sih bisa dinego. Kemarin ada teman saya naik taksi lokal untuk turun ke Paltuding hanya membayar sekitar 100K saja. 

Selain itu, kita juga bisa melihat pekerjaan yang paling berbahaya di dunia, para penambang belerang. 

Ohya sebelum pergi ke Ijen, saya juga sempatkan untuk mencari informasi mengenai persiapan apa saja yang wajib banget dibawa buat pendaki pemula seperti saya, kurang lebih inilah yang saya pakai mengikuti tips untuk wisata ke Ijen; 
[Bersama dua kolega kantor, mas Salim dan mas Roni]
Saya kesana pakai kaos yang bahannya cukup tebal dari Kattoenhttp://www.kattoen.id/

Kemudian tambah pakai jaket yang windproof, terserah mau merk apa katanya yang bagus punya Eiger. Tapi karena gak punya, saya pakai jaket kesayangan sayaLotto.

Sepatunya saya pakai sepatu boots KodyNokha, yang solnya gak bikin lecet kaki, melindungi dari dingin dan enteng buat melangkah. Boots ini sudah saya pakai buat jalan-jalan ke Baluran, Bromo 2x, pantai dan Ijen. Cukup oke sih.

Bawa senter atau headlamp, soalnya kalau mau mendaki dini hari kayak yang saya lakukan dan teman-teman kan gelap yah,

Bawa masker ini penting banget, bisa beli masker N95 atau sewa di sana,

Bawa air mineral dan mungkin camilan, saya kemarin selama perjalanan gak makan camilan sama sekali karena ya you know lah takut sakit perut,

yang paling penting adalah selalu patuhi aturan yang ada di sana, karena kita ada di alam dan jangan pernah main-main dengan alam. Termasuk jangan suka buang sampah sembarangan, ya.

Nah, pas perjalanan buat turun ke Paltuding beberapa kali saya sempat terpeleset dan jatuh, begitu juga teman- teman yang lainnya. Tapi seru banget asli, pas sudah sampai di area Paltuding dan parkir capeknya baru kerasa semua. Udah ngantuk, capek, lusuh, semua deh pokoknya.

Awalnya saya sempat bilang gak mau naik Ijen lagi, tapi setelah satu minggu capeknya hilang baru pengen buat kesana lagi. Hehe. Soalnya ada beberapa spot yang belum saya nikmati. 

Buat kamu yang pengen ke Kawah Ijen, lokasinya ada di Taman Sari, Licin, Banyuwangi. 
[Chers, from here]
Semoga kita semua penyuka perjalanan, selalu bisa terus melakukan perjalanan dan menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Jangan lupa untuk bersyukur. 



You Might Also Like

42 comments

  1. Bagus sil..
    Saya suka bacanya. Lanjut trs y nulisnya...

    BalasHapus
  2. Keren nih ceritanya, bikin kepingin jelajah ke sana juga~ Tapi gak tahu kapan?

    BalasHapus
  3. Ku jadi inget trmenku yang foto prewed di Ijen. Aku suka baper kalo ada yang ndaki gitu. Soalmya ak ga bisa dan blm.pernah naik gunung atau sejsnisnya

    BalasHapus
  4. saya ke ijen tahun 2015, masih inget banget sama bau belerang nya yang menusuk hidung huhu tapi sunrise nya memang luar biasa indah

    BalasHapus
  5. Pi, itu bagus banget foto yg " cahaya dari Paiton"

    BalasHapus
  6. Seru bangeeet baca cerita-ceritanya Mbak, dirimu berjiwa petualang banget ya Mbak.... Saya angkat tangan dah kalau uda ada trekking2nya hihihi

    BalasHapus
  7. Warga lokalnya kreatif banget, mengadakan taksi lokal ..... memang pantas dibayar mahal saat naik ya. Foto-fotonya kereeeen :)

    BalasHapus
  8. Ojek lokal udah merambah semua gunung yaa spertinya, denger2 sekarang naik sampai ranu kumbolo pun ada yang mau anterin, hehee..

    Ijen ini cakeeep, tapi bau belerangnya bikin pusing, tapi tetep aja bikin penasaran, dilema kalau pas di Ijen ini :))

    BalasHapus
  9. Aku juga udah pernah ke Ijen tahun lalu, tapi nggak liat blue fire. Sampai atas udah jam 5 pagi haha. Kalo dipikir-pikir kok bisa ya aku sampai atas, padahal jalan cepat 10 menit aja udah ngos-ngosan banget.
    Terbantu dengan pinjaman tongkat dari teman suami dan bawa oksigen juga waktu itu. Beberapa kali semprot oksigen dan istirahat kalo capek :D

    BalasHapus
  10. Belum pernah mendaki gunung secara serius, kalau hiking sih pernah pas masih sekolah, hehehe..kayaknya seru ya bisa mendaki gunung apalagi bisa sampai ke puncak, bisa lihat kawah ijen dan liat blue fre pastinya pengalaman luar biasa

    BalasHapus
  11. Wow mba berani banget ya walau rame rame aku mending ngendon di rumah. Tapi sepertinya seru banget ini ke atas kawah jadi pengen foto foto disini

    BalasHapus
  12. huwaaaa mbak, keren sekali...
    aku seumur-umur belum berani mendaki, soalnya bengek bahahaha...
    kawah ijen tapi emang cakep ya, banyak lihat difoto-foto gitu...

    BalasHapus
  13. Saya belum pernah ke Ijen. Suka pengen banget karena kelihat pada bagus fotonya. Tapi, saya bakal kuat sama bau belerangnya gak, ya? Ke Tangkuban Perahu aja saya suka merasa kebauan banget :D

    BalasHapus
  14. Mayan juga ya harganya si taksi lokal..700ribu...hmm

    BalasHapus
  15. Ngebayangin perjalananya oenuh drama y mba tp terbayar dngen pmandangan yg indah klo dulu smpt sholat tahajud n shbuh d puncak feelnya beda bngt

    BalasHapus
  16. Silpiiii...aku kangen jalan2 kyak gini lagi. Mau olah raga dulu aahh buat menguatkan kembali otot2 yang belasan tahun non aktif. Ntar klo udah susut berat badannya, mau nyobain naik2 bukit dan gunung lagi. Temeni ya Pi ke Ijen ;)

    BalasHapus
  17. Ih aku setuju pisaaan sama kata-katanya si babang bule. Jangan sampai karena saking pengennya liat blue fire malah jadi emosi dan nggak menikmati pemandangan lain yang nggak kalah memukau. Itu foto pertama breath taking banget Mbaaa, kereeen <3

    BalasHapus
  18. Wii...aseli ini keren banget.
    Aku tuuu pingin banget naik gunung. Cuma yha bener itu loo...kok uda kebayang-bayang sama makhluk tak kasat mata.

    Beneran ganggu ga siih?

    Ato mesti sering-sering dzikir yaa...?

    Dan yhaa...it's not about a blue fire, it's about happiness.
    Yeeay~

    Love those quote.

    BalasHapus
  19. Aduduuu...dserem ya kl sampe ada yg kepleset trus, trus, ah, gak bisa ngebayanginnya. Anak bunda pernah ke kawah Bromo. Memang anak2 muda seneng tantangan. Salut

    BalasHapus
  20. Siiiil kok seru amat yaaa ke Ijennya. Pankapan temenin aku ke sana yaaa. Mudah2an sih aku kuat naik dan turunnya, secara dulu aja pernah hampir pingsan pas mau turun ke curug. wkwkwkwk :)))

    BalasHapus
  21. Omg jadi pengen ikut mendaki juga 😭 viewnya keren abis yah mba, aku juga bukan pendaki strong banget, tapi soal semangat sangat membara! Mudah2an akhir tahun ini ada ajakan 🤣

    BalasHapus
  22. Kangen mendaki gunung nih hehe terakhir mendaki itu waktu ikut CSR itu pun di bantu pakai ojek hehe.

    Btw itu indah banget ya kalau udah sampai puncak, rasa lelah mendaki terbayar sudah.

    BalasHapus
  23. Aih cakeeep .. tapi saya tau diri untuk tdk berkhayal bisa sampai sana..hehe.. TFS mba, setidaknya bisa mengintip keindahan Ijen..

    BalasHapus
  24. Walaah taksinya mahal amat ya tapi nawarnya juga sadis. Dari 500 jadi 100 wkwk... Cantik sekali ya Kawah ijen itu.

    BalasHapus
  25. Pertama kali tahu keindahan Kawah Ijen itu saat nonton film Jilbab Traveler Love Spraks in Korea. Dan setelah baca ini aku jadi pengen ke Kawah Ijen.

    BalasHapus
  26. Kalo ada yang sharing cerita trekking gini, jadi nostalgia. Udah 28 tahun gak ke gunung, masih merasakan suasana malam yamg syahdu tiap menjelajahi alam. Oh iya awal tahun kemarin sempet ke Merbabu, tapi gak sampai puncak. Ya Allah gitu aja udah ngos2an sekarang. Kudu ngecilin peyuuut nih

    BalasHapus
  27. Ada tips tersendiri nggak mba untuk pemula jika ingin naik dan kirannya peralatan apa saja yg diperlakukan

    BalasHapus
  28. Duh, aku pengen banget ke Kawah Ijen. Dari dulu suka baca-baca artikel tentang ini, juga Gunung Bromo, tapi belum kesampaian, hehe

    BalasHapus
  29. Ojeknya unik juga ya..beda dari ojek kebanyakan.
    Seru ya, Mbak bisa naik ke puncak. Semua lelah hilang ketika sudah mencapai puncak, apalagi saat melihat pemandangannya.

    BalasHapus
  30. Kangen naik gunung euy. Aku sibuk melototin fotonya nyari si blue fire ��. Eh pas baca omongannya si bule ada benarnya ya..

    BalasHapus
  31. Duh, naik gunung. Udah lama banget deh aku gak ngelakuin itu. 15 tahun lalu kayaknya. Pengen pengen pengeeeen. Kapan ya bisa main ke Ijen? Semoga bisa secepatnya. :)

    BalasHapus
  32. Pernah ke sini saat blm ada banyak fasilitas begini. Seruu.. Itu foto gunung dengan langit birunya keren bgt. Kupikir bromo lbh dingin dr ijen

    BalasHapus
  33. Cantik sekali Mbak pemandangannya.
    Biaya taksinya menurutku terbilang mahal :')

    BalasHapus
  34. Pegunungan Ijen ini katanya selalin pemandangannya menarik jg menyimpan banyak kenangan bersejarah zaman Belanda dulu ya mbak?
    Wah kebayang dingin tapi segar udara di sana kalau liat foto2nya :D

    BalasHapus
  35. Silviiii... aku pengeeen deh ke Kawah ijeeen.. tapi kondisi harus fit banget ya utk mendaki lumayan dan di subuh subuuuh pulaaa

    BalasHapus
  36. Wah kayanya next trip aku harus ke Ijeng ya Pi. Nah ada gak channel nya di sana hahaha. AKu selalu mengandalkan teman blogger deh enak

    BalasHapus
  37. Jadi kapan tante Silvi ajak Salfa ke Ijen. Usia balita bisa ga ya diajak kesana? Aku takut ada gangguan pernapasan karena dingin.

    BalasHapus
  38. Masya Allah mbak foto yang pertama itu cakep banget, penuh warna, ada asap, selama ini cuma liat di TV pengen banget kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbaak, memang indah sekali. Semoga bisa menjejak di Ijen juga ya. Aamin

      Hapus
  39. Berarti kalau pakai masker yang biasa itu masih kurang aman ya Mbak? Trus kalau sewa masker, beneran aman juga nggak Mbak? Maksudnya karena masker sewa, kan berarti bekas dipakai oranh lain juga alat maskernya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha itu, makanya saya gak sewa mbak. Jadi better bawa sendiri pakai masker yang N95.

      Hapus
  40. Wihhh bagus banget tulisannya seru banget ceritanya, semangat ya nulisnya mbak hehehe, doain juga secepatnya saya bisa segera ke sana xixixixi

    BalasHapus

Keep Blogwalking!

BLOGGER PEREMPUAN

Blogger Perempuan

KUMPULAN EMAK BLOGGER

BLOGGERHUB