Ada yang suka atau hobi makan olahan 02 atau biasa disebut dengan bekicot atau escargot? Kalau iya, kamu harus banget mampir ke daerah Djengkol di Plosoklaten, Kediri. Soalnya di tempat ini ada banyak warung makan yang menyediakan olahan bekicot sebagai menu utamanya.
Kalau diminta menyebutkan 3 makanan khas yang harus dicoba di Kediri, saya prefer ke Tahu takwa off course, gethuk pisang dan sate bekicot. Kenapa? Karena memang hampir semua teman yang pernah berkunjung selalu bilang pengen nyoba sate escargot ini.
Nah, kebetulan banget hari ini masih dalam suasana lebaran hari ke 4. Saya bersama keluarga berkunjung ke daerah Wates- dekat dengan Gunung Kelud, untuk mengunjungi mertua dari tante saya yang ada di Batam. Sepulangnya dari unjung- unjung, kami menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu warung makan untuk membawa pulang olahan bekicot. Karena memang saudara saya yang dari Surabaya, setiap kali pulang ke Kediri hal pertama yang dicari adalah Sate Bekicot di Djengkol.
Kali ini warung makan yang kami kunjungi adalah warung Bu Muhidi, warung dengan cat warna kuning dengan bangun tidak permanen ini memang cukup kecil. Namun jangan salah, olahan makanan yang dijual di tempat ini gak kalah nikmat dengan rumah makan yang letaknya di kota. Warung Bu Muhidi buka mulai pukul 09.00 sampai habis dan buka setiap hari.
Nah ada berbagai macam olahan bekicot yang bisa dicoba di sini, antara lain sate bekicot dengan bumbu kacang, kripik bekicot, krengsengan bekicot dan nasi campur. Harganya pun juga gak mahal kok, cukup dengan Rp. 20.000 sudah bisa menikmati berbagai macam olahan ini. Untuk sate 02 harga Rp. 20.000 sudah bisa menikmati 50 tusuk sate lengkap dengan bumbu kacang dan sambal pedasnya.
Tadi waktu kami datang sekitar jam 17.00 WIB, menu krengsengan sudah kandas dan tinggal beberapa porsi sate serta kripik. Katanya sempat diborong oleh salah satu keluarga dari Mojokerto. Wah memanglah ya, olahan ini kalau buat yang doyan bisa nagihin banget. Selain bisa dimakan dengan nasi, olahan sate dan krengsengan 02 ini cocok juga kalau cuma digado biasa untuk camilan.
Tertarik buat nyobain nggak? Tapi kalau memang gak doyan jangan dipaksakan yak. Oh ya warung Bu Muhadi ini lokasinya ada di depan lapangan dan masjid. Ingat ya, warung warna kuning.
- Silviana -
Kalau diminta menyebutkan 3 makanan khas yang harus dicoba di Kediri, saya prefer ke Tahu takwa off course, gethuk pisang dan sate bekicot. Kenapa? Karena memang hampir semua teman yang pernah berkunjung selalu bilang pengen nyoba sate escargot ini.
Nah, kebetulan banget hari ini masih dalam suasana lebaran hari ke 4. Saya bersama keluarga berkunjung ke daerah Wates- dekat dengan Gunung Kelud, untuk mengunjungi mertua dari tante saya yang ada di Batam. Sepulangnya dari unjung- unjung, kami menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu warung makan untuk membawa pulang olahan bekicot. Karena memang saudara saya yang dari Surabaya, setiap kali pulang ke Kediri hal pertama yang dicari adalah Sate Bekicot di Djengkol.
Kali ini warung makan yang kami kunjungi adalah warung Bu Muhidi, warung dengan cat warna kuning dengan bangun tidak permanen ini memang cukup kecil. Namun jangan salah, olahan makanan yang dijual di tempat ini gak kalah nikmat dengan rumah makan yang letaknya di kota. Warung Bu Muhidi buka mulai pukul 09.00 sampai habis dan buka setiap hari.
![]() |
[Pulang ke desa] |
![]() |
[Warung bu Muhidi] |
Tertarik buat nyobain nggak? Tapi kalau memang gak doyan jangan dipaksakan yak. Oh ya warung Bu Muhadi ini lokasinya ada di depan lapangan dan masjid. Ingat ya, warung warna kuning.
- Silviana -
[Foto : Jejakocahilang.wordpress.com] |
Saya sebetulnya agak lupa-lupa ingat, sebelumnya entah pernah datang berkunjung ke tempat ini atau belum. Tapi yang jelas sejak kedatangan kala #eksplorDeswitaMalang itu, saya jadi pengen balik lagi kesana. Ohya kadang wisatawan yang belum pernah berkunjung, pasti punya kekhawatiran kalau datang ke tempat wisata di desa. Takutnya nanti yang fasilitas belum terpenuhi, lokasi tidak sesuai ekspektasi, dan sebagainya.
Untuk mengakses lokasi Ledok Ombo tidaklah sulit, jalanan sudah aspal korea dan mulus meskipun lokasinya ada di pedesaan Poncokusumo. Saat itu kami ditemani oleh Pak Mbah menyisir tempat ini. Mulai dari ujung hingga ujung, setelah lelah kami juga sempat bersantai dengan menikmati kopi pinus di cafenya. Beberapa teman juga bersantai di atas hammock yang tersedia. Sayang hammocknya cuma satu, jadilah kami berboncengan.
[Foto : Jejakbocahilang ] |
![]() |
[Foto: ghozaliq.com] |
Cuma gitu doang? Enggak dong!
Setelah puas menikmati Ledok Ombo, kita juga bisa datang ke Kebun Krisan milik bapak Misnan dan juga mampir ke kebun jeruk disekitaran lokasi. Selain itu bisa bawa pulang oleh-oleh UKM Poncokusumo juga, keripik aneka rasa.
Saya yang paling favorit sih keripik pisang, selain enak harganya juga terjangkau. Percaya tidak kalau keripik-keripik di Poncokusumo ini dijual mulai harga Rp 2.000 sampai 10.000 saja. Sayangnya pemasaran untuk keripik ini masih belum maksimal. Padahal dari segi packaging sudah bagus untuk dipasarkan.
Nah, pada tertarik buat datang ke Poncokusumo nggak? Buat yang suka motor trail buat menguji adrenalinnya, Ledok Ombo jadi salah satu lokasi yang cocok buat nambah list lokasi latihan kalian.
Go check hastagh #EksplorDeswitaMalang untuk referensi foto lebih banyak.
Silviana.
Masih ingat dengan cerita #MenduniakanMadura saya beberapa waktu yang lalu? So here we go. Ini adalah lanjutan dari ceritanya yang akan dikupas satu persatu dengan posting terpisah.
Perjalanan dengan kapal laut sejujurnya membuat saya takut, banyak pikiran yang sempat betenger saat pertama kali menerima kabar kalau acara #MenduniakanMadura akan mengunjungi salah satu destinasi wisata pulau. Artinya kalau jalan ke pulau, kami harus melewati samudera untuk bisa sampai di tempat tujuan.
Perjalanan yang cukup panjang buat saya pribadi karena memang baru pertama kalinya melintasi jalanan Sumenep - Pelabuhan Dungkek. Apalagi saat itu cuaca juga sedang tidak cukup bagus, karena perjalanan darat kami lebih banyak didominasi oleh hujan dengan intensitas deras. Saya sempat khawatir.
Begitu sampai di Pelabuhan Dungkek, kami mulai berkemas kembali. Karena memang disarankan saat menyeberang hanya membawa barang yang diperlukan saja. Hal ini guna antisipasi kelebihan muatan. Baiklah, setelah selesai berkemas dan dipastikan membawa barang yang benar-benar perlu, kami mulai berjalan menuju tepi pelabuhan.

Panitia mulai membagi peserta untuk naik ke kapal. Ada 3 kapal yang akan mengantar kami menuju Giliyang dan setiap kapal hanya diisi 15 peserta. Perjalanan dari Pelabuhan Dungkek menuju Giliyang memakan waktu cukup lama, sekitar 1,5 jam. Beruntung ketakutan saya sirna ditengah samudera. Awalnya saya hanya duduk diam di deck dalam, tapi lama-lama saya mulai berani duduk dibelakang kapal sembari menikmati semilirnya angin lautan.

Satu setengah jam berlalu dan pulau mulai nampak, saya mulai excited dan pengen segera merasakan kadar oksigen di pulau ini. Sudah sampai? Belum. Kami masih harus naik becak motor sejenis "Tossa" (oke ini sebut merk) untuk masuk lebih dalam ke area Pulau Oksigen ini. Nah, ternyata di Giliyang itu ada banyak lokasi wisata juga dan gak literally cuma pulau dengan kadar oksigen aja. Ada wisata goa, wisata tebing dan pantai juga tentunya.

Begitu sampai di homestay kami mulai bersiap kembali untuk jalan-jalan menuju Goa Mahakarya atau biasa disebut dengan Goa Makrea. Lokasinya sendiri sebetulnya belum bisa dibilang bagus secara fasilitas. Soalnya kami masih harus mblasak-mblasak melewati rumah warga dan kebun-kebun. Kalau buat yang sering main ke sawah, mungkin kalian tahu tegalan nah jalannya sejenis itu.

Ohya meskipun kami saat itu berada di Pulau Oksigen, tapi udara pulau yang dikelilingi oleh lautan tetaplah membuat tubuh berkeringat. Saat sampai di Goa Mahakarya, kami bertemu dengan pak Abdullah sebagai juru kunci Goa ini. Kesan pertama saat berjumpa dengan pak Abdullah adalah beliau sangat sederhana dengan penampilan orang seperti akan beribadah. Sarung, songkok dan baju batik.

Kami ditunjukkan beberapa tempat dan keunikan-keunikan yang ada di dalam Goa, seperti stalaktit yang menghasilkan tetesan air, batu goa yang dapat berbunyi dan lorong-lorong lain yang bahkan saat melintas harus berjongkok. Ohya dibeberapa tempat baupup kelelawar juga sangat kuat, ada lorong yang sangat panas dan lorong yang kecil namun sejuk. Ini Goa kedua yang saya datangi setelah Goa Maharani di Paciran Lamongan.

Sore itu kami juga menginap di Giliyang dan esok paginya mulai eksplor Pantai Ropet.
Bersambung...
Perjalanan dengan kapal laut sejujurnya membuat saya takut, banyak pikiran yang sempat betenger saat pertama kali menerima kabar kalau acara #MenduniakanMadura akan mengunjungi salah satu destinasi wisata pulau. Artinya kalau jalan ke pulau, kami harus melewati samudera untuk bisa sampai di tempat tujuan.
Perjalanan yang cukup panjang buat saya pribadi karena memang baru pertama kalinya melintasi jalanan Sumenep - Pelabuhan Dungkek. Apalagi saat itu cuaca juga sedang tidak cukup bagus, karena perjalanan darat kami lebih banyak didominasi oleh hujan dengan intensitas deras. Saya sempat khawatir.
Begitu sampai di Pelabuhan Dungkek, kami mulai berkemas kembali. Karena memang disarankan saat menyeberang hanya membawa barang yang diperlukan saja. Hal ini guna antisipasi kelebihan muatan. Baiklah, setelah selesai berkemas dan dipastikan membawa barang yang benar-benar perlu, kami mulai berjalan menuju tepi pelabuhan.
Panitia mulai membagi peserta untuk naik ke kapal. Ada 3 kapal yang akan mengantar kami menuju Giliyang dan setiap kapal hanya diisi 15 peserta. Perjalanan dari Pelabuhan Dungkek menuju Giliyang memakan waktu cukup lama, sekitar 1,5 jam. Beruntung ketakutan saya sirna ditengah samudera. Awalnya saya hanya duduk diam di deck dalam, tapi lama-lama saya mulai berani duduk dibelakang kapal sembari menikmati semilirnya angin lautan.
Satu setengah jam berlalu dan pulau mulai nampak, saya mulai excited dan pengen segera merasakan kadar oksigen di pulau ini. Sudah sampai? Belum. Kami masih harus naik becak motor sejenis "Tossa" (oke ini sebut merk) untuk masuk lebih dalam ke area Pulau Oksigen ini. Nah, ternyata di Giliyang itu ada banyak lokasi wisata juga dan gak literally cuma pulau dengan kadar oksigen aja. Ada wisata goa, wisata tebing dan pantai juga tentunya.
Begitu sampai di homestay kami mulai bersiap kembali untuk jalan-jalan menuju Goa Mahakarya atau biasa disebut dengan Goa Makrea. Lokasinya sendiri sebetulnya belum bisa dibilang bagus secara fasilitas. Soalnya kami masih harus mblasak-mblasak melewati rumah warga dan kebun-kebun. Kalau buat yang sering main ke sawah, mungkin kalian tahu tegalan nah jalannya sejenis itu.
Ohya meskipun kami saat itu berada di Pulau Oksigen, tapi udara pulau yang dikelilingi oleh lautan tetaplah membuat tubuh berkeringat. Saat sampai di Goa Mahakarya, kami bertemu dengan pak Abdullah sebagai juru kunci Goa ini. Kesan pertama saat berjumpa dengan pak Abdullah adalah beliau sangat sederhana dengan penampilan orang seperti akan beribadah. Sarung, songkok dan baju batik.
Kami ditunjukkan beberapa tempat dan keunikan-keunikan yang ada di dalam Goa, seperti stalaktit yang menghasilkan tetesan air, batu goa yang dapat berbunyi dan lorong-lorong lain yang bahkan saat melintas harus berjongkok. Ohya dibeberapa tempat bau
Sore itu kami juga menginap di Giliyang dan esok paginya mulai eksplor Pantai Ropet.
Bersambung...