Dentingan Waktu Sandiwara
Mei 11, 2012
Aku masih ingat saat kamu memintaku untuk setia dan aku juga tidak pernah lupa siapa yang akhirnya berubah dan tak melakukannya.
Masih segar di ingatan
saya, Kamis malam itu saya melamun memikirkan anda, “kemana anda beberapa minggu ini? Hilang tak ada kabarnya. Saya rindu”.
Saya beranikan diri untuk mengirim pesan singkat kepada anda, dengan sebait
kata yang sampai saat ini saya menyesal telah menanyakannya. “Sibuk ya kang?” sms pertama, lama tak
ada jawaban, saya beranikan diri untuk mengirim sekali lagi “Akang udah punya pacar ya?”, dan saya tertidur dengan tumpukan
buku penulisan karya ilmiah itu.
Jumat, pukul satu dini
hari, tiba- tiba saya terbangun dari tidur, saya bingung. Pupil mata saya masih
berjuang untuk melihat lebih jelas dalam keremangan malam. Saya terduduk, dan
masih tetap bingung. Segelas air putih penuh itu saya tenggak dalam waktu tidak
ada 3 detik, saya makin gelisah dan bingung. Saya ingat semalam mengirim pesan
pada anda, dengan kegelisahan saya mencari ponsel yang ternyata tersembunyi di
bawah bantal itu, 14 pesan belum terbaca. Saya terperanjat. Apakah saya tidur
terlalu pulas sehingga tak mendengar getaran pesan masuk? Entahlah. Akhirnya
kebingungan saya sirna begitu saja. Saya tersenyum begitu tau nama anda berada
di dalam urutan pesan- pesan itu, segera saya buka untuk yang pertama. Saya
tertawa, pasti anda bercanda. Hingga akhirnya saya tau, anda benar- benar
melakukannya.
Setengah empat, saya
masih mencoba mengumpulkan kekuatan untuk memperjelas semua ini. Saya masih terdiam diatas kasur keras ini,
masih tak percaya. Sebegitu tega anda meninggalkan saya, bung. Terdiam cukup
lama, sangat lama, hingga pukul lima saya baru mampu mengetikkan sebait kata
untuk anda, berulang kali saya baca pesan singkat dari anda. “Iyaq udah punya pacar neng, maaf yahh”.
Serasa tertohok sendiri, saya tidak pernah mengharapkan layar ponsel
menayangkan tulisan itu.
Akhirnya jelas semua,
anda pergi dari saya tanpa sebait puisi cinta atau sajak berirama, setidaknya untuk
menenangkan hati saya yang kecewa. Saya mahfum anda tidak sabar menanti saya.
Ya, ini salah saya. Mungkin saya terlalu lama. Tak apa.. Semoga di sini hanya
saya yang kecewa. Lama pergi dan muncul hanya sekedar memberitahukan kabar duka.
Tidak heran, bung. Sudah berapa kali hal seperti ini anda lakukan pada saya?
Saya yakin anda pasti lupa, dan saya terima.
H a H a H a H a H a
Mari tertawa !
“Its
my worst!” saya mencoba untuk mensugesti diri sendiri.
“I
decided to leave you”
Saya tertawa lagi.
Bukannya
dia sudah meninggalkanmu terlebih dahulu?
Saya hanya tersenyum
getir.
Akhirnya, saya benar-
benar ingin memperjelas semua ini lewat telepon, mendengar suara anda yang saya
yakin tidak akan pernah saya dengar lagi untuk beberapa tahun kedepan, mungkin.
Saya sudah mengira,
anda pasti menolak dengan berbagai alasan. Baiklah, akhirnya saya hanya
mengirim pesan terakhir ini untuk anda. Saya hapus semua yang berhubungan
dengan anda, mulai dari nomor telepon hingga semua project yang saya buat
khusus untuk ulang tahun anda.
Maafkan saya.
Semoga anda berbahagia
yah,
maafkan saya karena tidak tahu diri bebrapa minggu ini, mungkin saya yang
berubah, dan ini remua adalah salah saya. Tidak menjaga anda dengan baik dan
benar, hingga anda pergi dari pelukan saya. Dingin.
Hingga akhirnya saya
tau, pacar anda adalah saudara teman sekelas saya. Awesome ya :D.
Wanita itu benar- benar
cantik, dan manis. Saya suka melihatnya, kalian pasti cocok. :)
Saya hanya bisa berdoa,
semoga anda baik- baik di sana, jangan pikirkan saya lagi, jangan ingat saya lagi
dalam setiap doa anda, jangan. Hak saya untuk anda rindukan telah hilang
seiring kepergian anda.
Sampai hari ini pun
saya sudah mampu melupakan sakit itu, syukurlah..
Tapi, saat di sekolah,
teman saya menanyakan tentang hubungan kita. saya terperangah. Kenapa tiba-
tiba dia menanyakan hal ini? Akhirnya dia bercerita tentang semua yang terjadi.
Saya khusuk mendengarkannya. Bersama getaran pita suara, dengan dada yang
sesak, saya menjelaskan bahwa saya bingung akan ini semua. Saya tidak mengerti,
kenapa dunia itu sempit sekali.
“Move on” kata teman
saya, Dendi.
Saya hanya meringis.
*Terimakasih yah akan
sandiwara selama bertahun- tahun. Anda benar- benar membuat saya bahagia,
anda memainkan peran dengan sangat baik.
--- Cuma Fiksi Coy ---
--- Cuma Fiksi Coy ---
0 comments
Keep Blogwalking!