Rumah saya berada di persimpangan jalan raya besar,
sehingga saya sama sekali tidak asing dengan lalu lalang kendaraan. Dulu, saat
saya masih SD, saya pernah diberi tugas oleh guru untuk menghitung jumlah
kendaraan yang lewat di depan sekolah kami. Dalam 15 menit, hanya ada 4 hingga
10 kendaraan yang berlalu lalang dan juga saya masih ingat harga bahan bakar
saat itu tidak lebih dari tiga ribu rupiah. Dulu, saya masih suka bermain
masak- masakan dengan teman- teman, karena memang saat itu masih belum ada LPG
seperti saat ini, kami menggunakan kompor minyak, saat itupun harga minya gas
masih terjangkau dengan 1000 rupiah saja kami sudah mendapat 1 bungkus plastik
kecil. Betapa senangnya ya.
Sekarang,
jangankan dalam 15 menit. Dalam 1 menit saja, sudah berapa puluh kendaraan yang
berlalu lalang di depan rumah saya. Bahkan hampir setiap harinya, saya
menjumpai sepeda motor baru yang masih menggunakan plat putih. Saya sempat
geleng- geleng kepala, kenapa begitu banyak pertambahan kendaraan yang turun ke
jalan setiap harinya, hingga akhirnya banyak saya jumpai macet dimana- mana,
dan hampir semua kendaraan berlomba- lomba memacu kendaraannya dengan cepat,
bahkan tidak jarang juga terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan kematian. Yah,
memang ini adalah masalah klise di negara kita.
Bagi
saya, permasalahan seperti tersebut diatas memang wajar terjadi dikarenakan
jumlah masyarakat yang banyak sehingga memberikan peluang kepada industri
kendaraan untuk memasarkan produknya kepada kami. Selain karena jumlahnya yang
sangat banyak, masyarakat Indonesia yang notabene perekonomiannya masuk dalam
golongan menengah, sangat mudah dibidik oleh pangsa pasar industri untuk
membeli ini dan itu, tidak salah kiranya jika hingga ada pernyataan Masyarakat
Menengah Pemboros Devisa.
Dengan
banyaknya jumlah kendaraan yang turun ke jalan, artinya harus ada energi untuk
mengisi kendaraan tersebut, yang tidak lain dan tidak bukan adalah bahan bakar
minyak, yaitu bensin dan solar. Seperti yang saya lihat saat ini, perbandingan
keberadaan energi minyak dan kendaraan masih 5:10 sehingga banyak terjadi
kelangkaan di daerah- daerah.
Dengan
adanya fakta tersebut, kita harus memiliki energi pengganti yang nantinya dapat
dimanfaatkan apabila bahan bakar minyak benar- benar habis, karena seperti yang
kita tahu, bahan bakar minyak tidak dapat diperbaharui, kalaupun bisa proses
regenerasinya membutuhkan waktu yang sangat lama, atau paling tidak melakukan
tindakan nyata untuk menghemat energi dan menjaga lingkungan.
Tindakan
nyata saya saat ini untuk menghemat energi dan untuk menjaga lingkungan adalah
sebagai berikut :
- Tidak terlalu konsumtif dalam penggunaan bahan bakar untuk kendaraan. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di luar kota, dan saya lebih memilih menggunakan kendaraan umum untuk pulang pergi ke perantauan, selain itu saya juga lebih memilih berjalan kaki dan bersepeda untuk pergi ke kampus.
- Menghemat listrik dengan cara mematikan lampu apabila tidak terlalu penting dan juga menghemat air.
- Menjaga kelestarian lingkungan. Misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya. Saya adalah tipe orang bersih, lingkungan yang tidak nyaman membuat suasana hati tidak nyaman dan tidak tenang. Sehingga, membuang sampah pada tempatnya adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Lalu, jika tidak ada tempat sampah ? Saya selalu menyimpan sampah tersebut di saku saya yang kemudian nanti jika sudah ada tempat sampah saya buang.
- Membawa tas sendiri untuk berbelanja, hal ini sering saya lakukan untuk mengurangi penggunaan plastik.
- Menggunakan peralatan elektronik dengan bijak. Apabila tidak digunakan lebih baik di matikan.
- Penghematan kertas, tisu dan bahan- bahan yang berasal dari pohon.