Pertama Mendaki, Nyasar di Panderman

April 28, 2014

Weekend kemarin terasa istimewa. (26/4), saya bersama ke 19 teman saya berangkat mendaki Gunung Panderman. Diawali dari postingan pengumuman salah satu teman kami, Juan Carlo di WA kelas, mengenai rencana camping di Panderman. Katanya iseng, biasanya gak ada yang respon. Ternyata anak perempuan banyak yang respon dan pengen ikut, termasuk saya.

Saya pengen ke Panderman udah lama, dulu dikasih janji sama Kahim (ketua himpunan) saya di HMJ, Satyani. Tapi karena waktu belum memugkinkan sampai sekarang kami belum jadi kesana, gak taunya malah saya pergi sama teman sekelas.

Kami janjian di kampus, berangkat bersama pukul 16.00, namun karena hujan deras ditunda sampai reda. Sampai Maghrib, hingga pukul 19.00. Alhamdulillah hujan reda, dan kami berangkat. 10 kendaraan, dan seperti biasa saya dibonceng Mbah Nang (Danang) teman sekolah saya sejak SMP hingga kuliah.

#Selfshoes

Kami berhenti sejenak di SPBU, dan melanjutkan perjalanan ke Panderman. Di tengah perjalanan, hujan kembali turun, makin lama makin deras. Lalu, kami berbelanja di toko xxx, sebagai pemberhentian terakhir. Mengisi amunisi.

Pukul 20.30 kami mulai naik menuju pos Panderman. Jalanan menanjak, apalagi saya dan Danang membawa tenda, makin berhati- hati. Suasana berkabut tebal. Jarak pandang terbatas. Tapi, pemandangan Batu benar- benar indah. Hiasan dari lampu- lampu rumah penduduk.#GaAdaFoto

Setelah parkir, berdoa, dan membayar tiket masuk. Kami memulai perjalanan, mendaki.
Perjalanan awal begitu menyenangkan, jalanan masih didominasi batu paving. Mudah, meskipun menanjak. Makin lama, jalanan mulai becek, memang kami mendaki setelah hujan. Tidak safety ya.

Tujuan awal kami adalah Latar Ombo Panderman, tempat dimana para pendaki membangun tenda untuk istirahat. Kemudian esok paginya naik ke puncak. Untuk sampai di latar ombo, seharusnya dapat ditempuh 30- 45 menit. Ada penunjuk jalan yang di paku di pohon.

Penunjuk jalan adalah Adrian, teman kami yang sudah empat kali naik Panderman.Cuaca memang tidak mendukung, tapi pikir kami "sudah begini, naik ya naik lah". Hutan, selalu mengerikan. Sepi, apalagi saat itu sudah malam. Seharusnya kami sudah sampai di latar ombo paling lambat pukul 21.30, namun sampai 00:00 kami masih tersesat mencari jalan. Berkali- kali nemu jalan 'aneh', tebu- tebu gitu. Selain Adrian, ada Juan, dan Danang yang juga sudah empat kali naik Panderman, dan mereka berdua (Danang en Juan) sering bilang "sek sek, iki bener opo ora kok dalane ngene" (sebentar, ini bener apa enggak kok jalannya gini?) | Adrian :  "iyo bener kok, aku iling" (iya bener kok, aku ingat). Kemudian kami melanjutkan perjalanan yang entah kemana ujungnya.

Beberapa kali kami bertemu rombongan lain, dan ternyata mereka juga tersesat. Teman kami teriak SOS (tanda bahaya gitu ya), sambil lampu senternya diredup- terang kan, ngasih tanda kalau ada kami di suatu tempat dan maksudnya biar mereka ngasih bantuan. Kemudian, tiba- tiba ada mas- mas "macak" pendaki yang nyamperin kami, ngajak ngobrol, dia juga cari jalan. Selang berapa waktu mas- mas itu sudah gak ada, entah sudah naik dan kembali ke rombongannya atau malah . . . . . .  :x. Apalagi di beberapa titik perjalanan sering ada bau- bau mie kuah. Mungkin halusinasi kami karena kelaparan. :|

Alhamdulillah, di Panderman masih ada sinyal. ALHAMDULILLAH. Kalau enggak ? Mungkin kami gak bakalan nemu latar ombo sampai pagi. Kebetulan saat itu ada teman kami yaitu Kitib dan Hafidz yang juga naik Panderman bersama adik- adik Himpunan. Namun, kami berangkat sendiri- sendiri. Saya dan teman kelas berangkat dulu, tapi mereka sampai duluan di latar ombo. Danang menghubungi Kitib, minta petunjuk jalan. Bener! Ternyata kami kebablasan juaaaaaauh sakpole! Dari naik sampai turun lagi. Duh Gusti, salah apa kami. T_T.

Akhirnya kami turun lagi, jauh, bener bener jauh. Disitu, pertahanan saya udah mau jebol. Mau nangis. Tapi saya diem aja, takut temen- temen yang lain terpengaruh dan down. Mata saya beberapa kali nemu obyek yang ya begitulah. Jalanan licin, salahnya lagi saya nyeker (gak pakai alas kaki) karena sandal yang saya pakai bukan sandal gunung, tapi swalow. Dingin, licin, becek. Beberapa kali jumpalitan jatuh. Setelah turun jauh, kami mendengar suara Kitib dan Hafidz, "Alhamdulillah". Selang beberapa waktu kami menemukan jalan naik ke latar ombo. Disini gak kalah ekstrem. Menanjak curam dan licinnya dua kali lipat. Kayak berlumut gitu. Saya gandengan sama temen, Nanda. Waktu naik ke atas bukit, kaki saya kena besi tenda. Beuh! Cuma bisa meringis.

Ternyata, naik ke latar ombo butuh perjuangan juga. Salah melangkah bisa turun ke semak- semak. Apalagi jalananya gelap, dan senter terbatas. Mblasak- mblasak.

Alhamdulillah. Pukul 00.30 kami menemukan sebuah tempat dimana banyak tenda berdiri, ya! kami sampai di latar ombo. Crowded sampai kami gak dapat lahan untuk mendirikan tenda. Saya dan teman perempuan yang lain, sudah hampir tepar. Kemudian memutuskan untuk istirahat bareng temen- temen HMJ yang lagi main poker.

 Anak HMJ EKP

 Lelaki offering K

01.30 teman- teman cowok mengajak kami untuk pindah tempat, mendirikan tenda. Bobok time, seluruh badan ngilu semua. Saya tidur, karena punya misi pengen ketemu sunrise di puncak. Dingin, brrrrr! Sudah gak sempat mikir cuci kaki. Kaki penuh lumpur yang sudah kering, langsung saya pakein kaos kaki. Gak peduli kotor. haha. Tapi, tetep gosok gigi sebelum tidur. B|

Latar Ombo 

Saya tidur di paling ujung, dengan kontur tanah miring, jadi kalau saya tidur miring saya melorot :D. Benar- benar bukan tidur yang berkualitas. Tapi, cukup untuk menghilangkan pegal - pegal. Sayang sekali, saat bangun badan saya sudah kaku semua, dan memutuskan untuk tidak naik puncak. Lanjut tidur.

 Setelah bangun, gosok gigi dan cuci muka lanjuuut foto- foto. Hahaha

 Hallo, selamat pagi, fellas!

 Chusnul pose dulu di Latar Ombo Panderman

 
Ini Chusnul sama Agrifina
Ada Matahari ngintip dibelakang

 Kalau ini cewek statusnya masih - On The Way - 
editan : dicerahkan soalnya gelap banget

Gak taunya, temen- temen yang lain sudah bangun semua. Mereka kedinginan, saya dong udah lepas jaket :D

Danang, Silviana, Eko Setyo.

Tenda para perempuan tangguh! Seterooooooong!!

 Cloud in Panderman

Kembali dari foto- foto saya kelaparan, makan mie instan ala chef kami, Oppa Adri. Jujur, saya udah lama gak makan mie instan. Sekitar 4 bulan. Kemarin, makan mie instan enak tapi aneh. hahaha.


 Keluwen Kelaparan
-Gak ngerti kalau di foto, terlalu fokus sama mie.-
Foto dari kamera Nanda

Kemudian saya balik tidur. Entahlah, teman- teman sedang ramai membicarakan apa, pukul 8 saya bangun, dan ternyata mereka sudah siap- siap packing. Kabut mulai turun, dan anak perempuan sudah ngajak turun. Kami semua berkemas, masih sempetnya foto- foto. Oke itu memang naluri ya.

 Haihoo.. 

Formasi lengkap.
photo by : Akangnya Agrifina, Fendi.

 Fix!
photo by : me

Leren sik yo.

 istirahat lagi, cuci kaki..
sambil makan jajan.


 Habis cuci muka, cerah- cerah ya.
selain efek kamera :D


 Kitib, Juan, and Me
kamu hebat Juan! 


 Legaaaa. Akhirnya kami sampai di rumah warga. Rumah terakhir sebelum naik ke Panderman.
-kok aku genit ya gayanya-


Silvi w/ the girls. #eh

Turun gunung, kami gak percaya kalau semalam melewati medan se ekstrem itu. Pulang dan kelaparan, acara camping Panderman ditutup dengan makan bersama di lalapan Haza Merjosari.

Terimakasih,teman- temanku. Untuk semua kerjasamanya, kesabarannya, dan kebesaran hatinya. Memorable! Gak akan pernah kulupakan.

Tulisan ini, spesial untuk teman- teman yang ikut naik Panderman.

Laki- laki : Juan Carlo, Danang Bagus Prabowo, Adriansyah, Ardhi Kitib, Mualimin, Eko Setyo, Sofyan Andri, Feri Febriandi, Fendi (kangmasnya Agrifina).
Perempuan : Agrifina Widya, Nanda Puspita, Chusnul, Nofi Wulandari, Dian Lestari, Nina Aprilia, Soimatul, Didin Elok, Diah Rosita, dek Intan (sayangnya Sofyan).

Dan buat yang belum ikut. Next ya. Duh rugi kalau kalian gak ikutan reeek.

*Sampai kosan langsung mandi keramas dan istirahat*

Rombongan kami gak ada yang naik ke puncak. Nyasar hampir 4 jam, sudah sama saja seperti naik ke puncak ya. Maka dari itu, kami akan melakukan pendakian lagi ke Panderman, dan harus sampai puncak.

Pembaca, dapat salam dari puncak Panderman.

 Photo by Yunindyo Sasmito
- Adik HMJ-



You Might Also Like

8 comments

  1. kamu tau sil, cowok2 kita (read: anak2 cowok kelas kita) meyakini bahwa rombongan cowok2 di tenda yg kita temuin pertama kali itu, bukan manusia ! nah loo. ternyata bukan aku aja ya yang bau mie, ternyata semua bau mie . hhaa *fina

    BalasHapus
  2. wuih... keren sekali nih pemandangannya...
    kapan bisa seperti itu juga.. mendaki gunung yang terjal..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo makruf, kemarin kan pantai udah ganti gunung :D

      Hapus
  3. Huahaha... Baca komen pertama, kok ya sama ya dengan perasaanku. Ndik gunung akeh barang konokan, barang alus, mangkane akeh wong golek pesugihan ning nggunung..

    Btw, fotomu kudu mbok cetak 10R trus dibingkai dipajang ndik kamarmu. Biar memorablenya longlasting..

    BalasHapus
  4. Panderman ini memang sesuatu. Sering dipandang remeh, termasuk aku pun, tapi sering ngasih sesuatu juga :)

    BalasHapus

Keep Blogwalking!

BLOGGER PEREMPUAN

Blogger Perempuan

KUMPULAN EMAK BLOGGER

BLOGGERHUB