Perjalanan Penuh Drama

November 15, 2015

"Mencari ilmu itu memang banyak godaan dan ujiannya, tapi kalau sudah dapat ilmunya, biyuh manfaatnya gak akan bisa diitung jumlahnya!" begitu kata Ibu saat saya malas belajar saat zaman sekolah. 

Wejangan dari ibu itu benar- benar terbukti dan terpampang nyata saya alami sendiri. Saat perjalanan menuju Surabaya untuk mengikuti sebuah acara blogging.

Ceritanya, satu bulan sebelumnya saya dan mba Amma melakukan registrasi untuk mengikuti sebuah acara, dan niatnya berangkat bersama ke Surabaya dengan naik angkutan umum. Satu hari sebelum keberangkatan yaitu hari Jumat malam, saya menginap di rumah Bunda Salfa di Kertosono.

Berangkat ke Kertosono 

Jumat sore, saya diantar oleh bapak ke Terminal Kediri. Tidak menunggu lama, bus Kertosono- Surabaya datang, saya diarahkan oleh petugas untuk naik bus tersebut. Awalnya saya pikir, bukankah seharusnya saya naik bus ke Madiun atau Solo, ya. Tapi saya manut saja karena memang tidak tahu. Jujur, ini adalah pengalaman pertama saya naik bus menuju Kertosono. Biasanya kalau main ke Mba Amma selalu naik sepeda motor.

Tarifnya murah, cukup dengan Rp. 5000 saja. Namun seperti bus umum lainnya, bus menuju Kertosono ini juga banyak ngetemnya. Biasanya saya sampai di rumah mba Amma cukup dengan 30 menit naik motor, nah kalau naik bus hampir 1,5 jam. 

Sesampanya di Bra'an (batas Kediri- Kertosono dan Kediri- Jombang) sudah maghrib, dan disitu saya mulai siwer karena diturunkan di sebelum jembatan. Nah, betul kan! Seharusnya saya gak naik bus itu. Diwaktu yang mepet dan suasana ramai, otak saya harus berpikir cepat. Supaya tidak kemalaman sampai di rumah mba Amma.

Akhirnya saya putuskan untuk jalan kaki. Iya, jalan kaki melewati jembatan yang gelap dan ternyata panjang. Sebetulnya saya sudah punya niatan untuk naik becak atau ojek, tapi bimbang karena saya pikir dekat. Lalu, saya putuskan untuk jalan kaki. Eh ternyata jauh.

Berbekal lampu sorot dari kendaraan yang lalu- lalang saya tak hentinya merapal doa meminta perlindungan dari yang kuasa. Sumpah, takut banget! karena ini kan daerah perbatasan yang notabene rawan. 

Sampai di dekat rumah mba Amma saya mampir dulu ke Pujasera, nunut ibadah dan istirahat sambil pesan lemon tea, tanpa disadari ternyata habis 3 gelas. Haus, banget!. Menjelang Isya' saya beranjak menemui Mba Amma. 

Sayangnya waktu itu kami dilingkupi kegalauan, antara berangkat atau tidak. Salfa, putri dari mba Amma terkena alergi dan tidak memungkinkan untuk berangkat. Sayapun jadi ragu untuk berangkat sendiri ke Surabaya, belum pengalaman. 

Paginya, diputuskan kalau mba Amma tidak bisa berangkat. Itu merupakan keputusan yang paling baik karena kesehatan Salfa memang nomor 1. Saya dibekali HP untuk record materi, dan sangu nasi pecel tumpang yang rasanya enak banget.

Perjalanan ke Surabaya

Lagi- lagi keputusan harus diambil di sini. Saya berangkat sendiri ke Surabaya, dan memutuskan untuk naik bus Patas supaya tidak terlalu telat datang ke acara.

Sesampainya di Terminal Purabaya, saya memutuskan untuk naik taksi bluebird. Memang rencananya kami (saya, mba Amma dan Salfa) akan naik taksi. Tapi saya lupa, kan sekarang saya sendiri kenapa gak naik gojek saja. Sebelumnya saya sudah diwanti- wanti oleh mba Amma, bahwa tarif taksi sekian dari terminal ke Intiland. Tapi, saya merasa seperti dijebak ketika naik taksi yang ternyata argonya tidak dinyalakan dan tidak ada nego- negoan terlebih dahulu sebelum saya naik. 

"Intiland Tower berapa, pak?" tanya saya.

"Udah naik aja dulu, soalnya macet nanti, non." kata bapak itu ramah.

Salahnya sih saya manut aja, udah capek banget dan ngantuk sih. Hehe. Lalu, saya mulai menyalakan GPS, takut kalau dibohongi dan diputer- puter. Sumpah, saya buta arah di Surabaya. 

"Pak, Intiland sekian, kan ?", tanya saya ditengah perjalanan.

"Gak bisa non, sekian", bapak sopir menyebut jumlah dua kali lipat.

"Saya turun aja ya pak, soalnya uang di dompet cuma sekian", nego saya lagi. 

"Aduh non, gak ada angkutan lewat sini non. Saya juga punya anak perawan dan kuliah juga mana mungkin saya bohongi non yang gak tau Surabaya", pak Sopir berkilah.

"Okelah" saya pasrah. 

Ditengah perjalanan, saya menerima chat dari mas sepupu. Bertanya apakah saya sudah sampai di Terminal. 

"Wes nyampe terminal, Vi?" 

"Wis numpak taksi, mas"

"Lhoalah gak ngomong aku durung budal ngantor". 

Celeguk. Saya menelan ludah.

Sesampainya di Intiland Tower, saya memberi sesuai tarif yang sopir minta sembari mengucapkan terimakasih karena service sopirnya bagus. Impas, saya pikir. Lalu, pikiran saya kembali enteng. 

Perjalanan yang penuh drama, tapi benar- benar impas ketika bertemu dan seru- seruan bareng blogger yang hadir di acara kemarin.



You Might Also Like

12 comments

  1. hehe...sy dulu juga prnah main ke kdiri dan nunggu bus lama di kertosono mau pulang ke jogja...jalan2 sendiri smp surabaya klo blum terbiasa pasti sdikit tkut juga...kayak sy kalo bepergian jauh pling tdk ada temnnya...kalau sndirian "nglangut" kata org jogja :)

    BalasHapus
  2. buat pengalaman ya mbak,kalau saya sebelum naik kendaraan umum biasanya banyak cari info..kl naik taksi di purabaya,seringnya main tembak mbak harganya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengalaman berharga, mbak Hanna. Iya nih, gak kepikiran naik gojek juga. Haha

      Hapus
  3. pengalaman tak terlupakan bisa jadi hikmah terbaik :) betewei itu emang kehausan banget ato gelasnya yang bolong ya phi, ampe nambah 3x..hahaha :)

    BalasHapus
  4. Waduh Silvi minum sampe tiga gelas hihihi.
    Keren deh berangkat sendirian, aku kok takut nyasar ya *emak-emak penakut :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi.. Gelasnya bocor sih. Aku juga takut mbak Li :D

      Hapus
  5. jadi, dirimu ke rumah mba amma ya, sil?? sayangnya mba amma ga jadi yaa...

    BalasHapus
  6. Kertosono itu dimana yaaa ??? #laluDigampar

    BalasHapus

Keep Blogwalking!

BLOGGER PEREMPUAN

Blogger Perempuan

KUMPULAN EMAK BLOGGER

BLOGGERHUB