Menikmati Peran Sebagai Kakak
Desember 15, 2015Dulu, bahkan hingga sekarang, saya selalu berpikir untuk menjadi seorang adik, dan punya kakak. Impian saya adalah punya kakak laki- laki yang cakep dan charming seperti di tv, supaya saya selalu di dekati oleh para gadis yang ingin dekat dengan kakak saya. Tapi sayangnya, takdir menggariskan kalau sayalah yang menjadi seorang kakak. Iya, kakak perempuan.
Ada cerita lucu saat ibu saya mulai mengandung adik di Tahun 1999, saat itu saya masih kelas SD. Kata ibu, saya menyebut adik "bola besar di dalam perut", (selanjutnya kita sebut sesuatu saja). Saat itu, setiap pagi ibu selalu menyisir dan mengepang rambut saya. Bukan karena saya tidak bisa melakukan hal itu sendiri, tapi rambut saya saat itu masih panjang dan saya tidak suka kalau ke sekolah dengan rambut diurai.
Bulan- bulan mendekati hari kelahiran adik, ibu mulai jarang menyisir rambut saya, dan disana saya mulai cemburu. Saya tidak suka dengan 'sesuatu' yang ada di dalam perut ibu, dan membuatnya besar.
Ketidaksukaan saya terhadap 'sesuatu' itu semakin menjadi saat hari kelahiran tiba. Ibu masuk kamar dengan seorang mbah, di luar banyak yang bingung. Di dalam kamar terdengar ibu menangis. Saat itu, saya memang tidak mengerti apa yang terjadi. Tapi, akhirnya saya tahu kalau adik tidak bisa keluar dengan mudah dan harus disecar, karena mbah dukun bayi tidak bisa membantu kelahiran, akhirnya ibu dibawa ke Rumah Sakit, tapi lagi- lagi saya tidak boleh ikut. Drama berlangsung, karena saya sampai ngejar mobil yang membawa ibu ke RS. Intinya saya gak suka dengan adik, karena menyakiti ibu.
Masa kecil saya bersama adik kurang baik sebetulnya, karena tidak suka dengan adik maka saya sering mengabaikannya. Seperti saat disuruh untuk menjaga adik, saya malah meninggalkan sembunyi, bahkan saat ditanya oleh teman ibu saya menjawab tidak ingin punya adik. Huehehehe.
Bersama Adik |
Sebetulnya jika ditelusuri lebih dalam, saya tahu penyebab dari ketidak sukaan saya terrhadap adik, yaitu omongan orang. Saya masih ingat, dulu sebelum saya tahu kalau saya akan punya adik banyak tetangga yang menggoda saya hingga akhirnya muncul ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari orang tua. Nyatanya itu tidak terbukti, tuh. Hehe
Sekarang, saya sangat menikmati peran sebagai kakak. Saya adalah wakil dari orang tua yang berjanji akan membantu bapak ibu untuk mengantarkan adik menjadi orang dan lelaki yang bertanggung jawab.
Perubahan pikiran tentang kebencian pada adik tidak lepas dari peran ibu, beliau lah yang selalu mewanti- wanti saya kalau kelak adik akan menjadi penjaga saya di masa depan. Adik yang akan jadi tameng ketika saya besar, dan adik yang akan membantu saya ketika saya kesulitan.
Tapi, saya jadi ingat dengan seorang teman dari Jogja, yang memiliki enam anak. Namanya Mak Siti Hairul, tapi saya biasa memanggilnya dengan Mak Irul. Kami dipertemukan satu tahun yang lalu dari ajang pemilihan blogger. Alhamdulillah, kami masih bisa in touch setiap hari melalui grup WA yang dibentuk saat itu.
Pertemanan lintas generasi yang ternyata banyak memberi saya pelajaran. Salah satunya adalah tentang pendidikan anak.
(Sumber Foto : catatansiemak[dot]com) |
Akhirnya, saya berkaca dari ke enam anak mak Irul. Bahwa, persaudaraan memang harus lekat, dan erat. Good job mak Irul.
"Persaudaraan tidak hanya terhubung dengan ikatan darah, tapi juga dengan cinta dan kasih sayang". (My Name is Khan)[ Me & Tenzing Norgay ] Sejak 2 tahun yang lalu, saya mulai belajar untuk lebih banyak berpikir daripada berbicara, belajar lebih banyak mendengar, belajar untuk hal- hal lainnya yang sekiranya bisa membuat saya menjadi orang yang lebih baik. Belum signifikan perubahannya, namun setidaknya sedikit demi sedikit ada peningkatan. Ternyata, intinya cuma 1, menahan ego. Malam ini, saya tidur dengan adik. Tentunya dengan bed yang berbeda karena kami sudah sama- sama baligh. We talk each other. Sekarang adik saya sudah mulai masuk SMA. Beberapa hari ini saya terus mendampinginya mencari sekolah. Sistemnya online, hari 1 adik saya daftar bersama teman- temannya, hari 2 saya dampingi dia untuk konsultasi ke guru yang ada di sekolah pilihannya, dan hari ke 3 kami mencari opsi sekolah lainnya, dan saat ini sudah diterima di sekolah pilihan ke 2 melalui jalur prestasi non akademik. Sejak mendapat kabar namanya hilang di sekolah pilihan pertama dan kami berangkat mengambil berkas, saya perhatikan raut mukanya, ternyata dia sadar sedang saya perhatikan. Lalu dia tersenyum, kecut. Disitu saya menyadari, adik saya tidak mendapat apa yang pernah saya dapat. Padahal, saya dulu sangat memusuhinya, tak mau dekat sama sekali, bahkan pernah tidak mengakuinya. Alasannya klasik, cemburu. Saya tak mau kalah dengan adik. Tapi, sekarang saya sadar, bukan waktunya lagi untuk egois. Saya mau jadi Tenzing Norgay, yang memandu Edmund Hillary untuk sampai dan menginjakkan kaki di puncak Mt. Everest pertama kali, yang dengan legowo hatinya mempersilakan Hillary menapakkan kakinya di Mt. Everest padahal kurang 1 langkah lagi Tenzing Norgay sampai. Mungkin ini namanya tanggung jawab sebagai kakak.
21 comments
Duh. Pengen jadi kakak deh aku :(
BalasHapusKan sudah jadi kakak ku :)
HapusKakak tanpa ikatan persaudaraan :v
Hapussepakat... persaudaraan memang harus lekat, dan erat...sukses selalu untuk keluarganya :)
BalasHapusterimakasih kang
HapusHahaha lucu juga ya, 11-12 sama saya waktu disuruh jaga adik dulu. Sekarang punya Salfa baru ngerti rasane momong ckckckckc... asli butuh sabar polll
BalasHapusujian kesabaran makin tinggi :D
Hapusdulu aku pernah lempar keset ke muka adik bayi, ya ampuuun salah banget ya
BalasHapusCemburu juga yaa mbak Astin
HapusIh, sebel ma tetanggau yang suka godain. Itu kan bukan godaan yang pas buat anak seusiamu.
BalasHapusdi desa soalnya mbak Anisa :)
Hapusiya, terutama setelah orang tua meninggal, kakak dan adik harus semakin kompak dan saling tolong menolong.
BalasHapusSemoga kami bisa lebih akur :)
Hapus
BalasHapusKakak adik biasa itu suka iri2an, dulu aku sama kakak2ku begitu juga. TApi kami jadi tambah sayang setelah terpisah jarak. Secara bertahap dipisah. Pertama mbakku ke mbah, habis itu nyusul kakak kedua, nyusul aku.
Memang kalau jauh terasa wangi ya mba Rahmi :)
HapusJadi ingat, dulu pas kecil, aku sama adek suka berantem. Bahkan sampai bikin bapak yg notabene pendiam, sampai marah di ubun-ubun. Memori yg merindukan memang, karena kami sudah sangat akur sekarang :)
BalasHapusSama nih, gara- gara kami rebutan PS. Bapak sampai banting PS nya :D
Hapuswah silvi, aku juga baru ngeh kalau orang2 suka ngegoda2in kalau seorang anak mau punya adek
BalasHapussaya sih seneng punya adek, soalnya jadi ada sasaran kegemesan dan objek disuruh2 *eh :p
haha.. Iya nih mbak Nind.
HapusSisi lain punya adik (yang masih kecil dan manut), bisa di suruh2 kalau dah agak besar mulai susaaah :p
Fight ya kakak!! :D
BalasHapusFight :)
HapusKeep Blogwalking!