[Rona jingga di langit Surabaya] |
Beberapa waktu yang lalu, saya, anakzahir dan mba Tiwwi melakukan perjalanan ke Surabaya dengan mengendarai moda transportasi bus. Kebetulan ini pertama kalinya anakzahir pergi ke Surabaya naik angkutan umum. Jadi sambil liburan singkat juga sambil belajar mengenal dunia luar.
Saat itu hari Sabtu dan perjalanan kami dimulai dari diantarkan oleh adik saya ke terminal yang ada di Pare. Mengingat tidak ada bus arah Surabaya yang lewat depan rumah, jadilah mengambul keputusan untuk menunggu bus di terminal saja.
Tidak lama setelah kami sampai, bus yang akan kami naiki tiba. Berbekal informasi dari teman saya Leli, saya jadi tahu untuk prefer milih bus Bagong untuk ke Surabaya. Alasannya simpel aja, bus ini lewat jalur tol. Harganya juga terjangkau banget, 20K/ orang.
Anakzahir tidak dihitung karena duduk dipangku uminya.
Saya rasa peralanan kala itu cukup cepat dan tidak terlalu lama ngetem, hanya sesekali saja.
Saat sampai di Terminal Purabaya, sungguh takjub dengan bangunanya. Kalau gak ada tulisan “Terminal Purabaya”, mungkin saya akan mengira kalau tempat ini adalah bandara.
Soalnya asli bersih banget, beda sama yang pernah saya datangi dulu – udah lama banget memang gak ke Surabaya naik bus.
Sambil istirahat sejenak dan melaksanakan tugas alam, kami mulai memikirkan perjalanan selanjutnya untuk bisa sampai ke hotel Ohya, tujuan kami bertiga ke Surabaya ini sebetulnya memang cuma mau staycation, tok. Kebetulan waktu itu ada voucher OYO dari Local Guide dan sayang kalau gak dipakai.
Sebenenrnya mau ke Pujon, ada hotel yang bagus di sana dan rekomended banget, namun karena cuaca sedang kemarau jadi tekad untuk ke Malang agak maju mundur. Soalnya takut terlalu dingin dan malah gak nyaman.
Nah, akhirnya kami memutuskan untuk naik Go-Car saja, begitu dapat driver ternyata gak ramah banget. Posisi kami saat itu memang masih jalan dari dalam terminal ke luar terminal. Memang kelirunya di saya karena kecepetan order. Saat ditelepon saya menanyakan lokasi driver, bilang ada di Alfamart.
[Udah riwil mau ke hoten (hotel)] |
Mohon dimaklumi karena memang bukan orang Surabaya jadi ya belum hapal Alamart ada di kanan atau kiri pintu masuk terminal.
“Maaf pak, ini saya masih di dalam. Masih jalan keluar”
“Ya, aku ada di depan Alfamart”
“Alfamart itu yang dekatnya Ramayana bukan? Maaf belum tahu”
“Lho yok opo se, Alfamart yo Alfamart. Ramayana yo Ramayana”
“Ya pak, saya tak cari sambil jalan”
Kemudian telepon dimatikan.
Maklum ya buk, kita bawa anak masih balita dengan bawaan ransel yang cukup berat. Gak lama setelah itu, saya ditelepon lagi sama drivernya. Nadanya agak tinggi.
“Kamu di mana?”
“Ini masih di jalan pak baru mau sampai gerbang depan”
“Lho yok opo se kok sik mlaku iki. Tak pikir wis di Alfamart”
Wah bangzat juga nih driver, batin saya.
Dengan suara agak meninggi saya jawab “Aku mau kan wis ngomong ya pak, sik mlaku. Iso sabar ora? Nek ora cancel wae!”
“Lho kok konsal kensel ae”
“Makane sabar, iki aku wis ngerti mobilmu”
Sebetulnya waktu telepon pertama kali, mba Tiwwi udah bilang untuk cancel saja karena drivernya tidak ramah. Tapi saya kan gak enak, udah dipick up, kasihan batinku.
Begitu paham kalau itu drivernya, dengan agak dongkol saya tanya ini bener driver X bukan. Setelah pasti, saya dan mba Tiwwi mulai masuk mobilnya. Bener aja, orangnya gak ramah sama sekali.
Saat akan pergi, dia (driver) meminta uang parkir dengan ketus. Pun dengan percakapan selanjutnya, dia menanyakan kepada kami, mau lewat atas atau bawah.
Mba Tiwwi juga sempat tanya soal jarak lokasi yang akan kami tuju.
“Pak, ini gak begitu jauh kan ya lokasinya”
“Jauh.”
Saya disitu masih diem aja.
Sepanjang perjalanan tidak ada komunikasi apapun, saya dan mba Tiwwi juga lebih memilih untuk diam saja daripada muncul hal- hal yang tidak diinginkan, semacam baku hantam. Haha
Begitu sampai, tidak ada bantuan apapun dari driver. Saat itu biayanya 49K dari Terminal Bungurasih ke tempat tujuan kami di wilayah BG Junction. Saya membayar dengan uang 50K. Gitupun drivernya masih sempet tanya, “Kembalian gak?”. -_-
“Ambil wes”, sambil saya banting pintu agak keras. Bodo amat deh. No thanks juga. Tapi meski begitu, saya gak mau mematikan rejeki orang yah. Tetap dikasih bintang 4 dengan deskripsi yang super panjang x lebar.
Setelah itu saya dapat info dari mba Tita, kenalan saya di Disbudpar kalau sebaiknya lain kali naik bus pariwisata yang disediakan oleh Pemkot Surabaya, yang bayarnya pakai botol plastik itu.
[Masih ada drama lagi di sini] |
Ah, perjalanan ke Surabaya yang melelahkan dan penuh drama di perjalananya. Lho, kok ternyata cerita ini sudah panjang begini. Kayaknya cerita soal staycation mending dibuat cerita di post selanjutnya aja ya.